Rabu, 09 Juni 2010

Passa: Kukang Sumatera yang dibawa ke Jawa

Lima tahun yang lalu Ibu Yayat pergi mengikuti program transmigrasi ke pulau Bengkalis, Riau. Sesekali dia pulang ke kampung halamannya di Pasar Sabtu Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Bogor.

Kali ini dia pulang dengan membawa seekor bayi kukang yang dia temukan di Riau. Tidak lama kemudian Ibu Yayat kembali ke Riau, dan bayi kukang itu dititipkan kepada saudaranya.

Informasi kepemilikan kukang ini sampai ke pihak IAR, maka pada tanggal 29 Mei 2010 Tim Rescue dari IAR Indonesia datang ke rumah saudara Ibu Yayat tersebut.

Kukang itu disimpan di dapur rumahnya dalam sebuah kandang yang berupa kotak kayu berukuran sempit. Ia juga hanya diberi makan ketimun dan pisang. Setiap pagi ia dikeluarkan dari kandangnya, padahal kukang adalah hewan malam (nocturnal).

Ia terlihat tidak sehat dan stress (aggressive). Pada saat team memberikannya makan serangga pun kukang tidak me-respon.

Ibu Yayah dan saudaranya tidak tahu kalau satwa yang dipeliharanya itu adalah kukang. Mereka mengira itu kuskus. Mereka juga tidak tahu kalau kukang adalah hewan yang dilindungi dan tidak boleh dipelihara.

Kukang sumatera yang berjenis kelamin jantan tersebut kini berada di kandang karantina, dan diberi nama Passa.

Sudah saatnya masyarakat mengetahui tentang kukang dan menyadari bahwa kukang adalah hewan langka yang dilindungi undang-undang.

IAR Indonesia adalah satu-satunya pusat rehabilitasi kukang terbesar. Saat ini IAR berencana untuk melepasliarkan 4 ekor kukang sumatera ke Batutegi Lampung.

Suatu hari Passa pun akan hidup bebas di habitat alaminya di hutan.

Kiki: Kukang asal Cilandak

Rabu, 26 May 2010, tim rescue dari IAR Indonesia berangkat menuju ke rumah Bapak Johan dan Ibu Kiki di Jl. BDN Raya No.7B Cilandak Barat Jakarta Selatan. Mereka ingin menyerahkan Kukangnya kepada IAR Indonesia.

Kukang tersebut didapatkan Pak Johan sedang menempel pada kandang burung miliknya, mungkin berasal dari tetangga sebelah yang kabur.

Seperti kebanyakan orang, awalnya Pak Johan tidak tahu jika satwa tersebut bernama “kukang,” mereka mengira satwa itu adalah kuskus. Seminggu kemudian, Pak Johan mendapatkan informasi bahwa kukang merupakan satwa yang dilindungi dan tidak boleh dipelihara. Pak Johan mencari tahu tempat yang dapat menampung kukang, yang akhirnya sampailah ke IAR.

Kukang yang dipelihara Pak Johan tersebut adalah kukang jawa yang diberi nama Kiki, berjenis kelamin betina.

Selama merawat kukang, Pak Johan tidak mengetahui bahwa kukang adalah satwa yang hidup dan beraktifitas di malam hari (nokturnal). Setiap hari dia memberinya makan pisang, wortel dan pepaya, yang sebenarnya bukan makanan alaminya. Kandang tempat Kiki hidup juga sangat terbuka dan terlalu banyak sinar matahari yang masuk, sehingga Kukang tidak bisa tidur. Di samping itu kandang diletakkan bedampingan dengan gang di mana banyak sekali suara gaduh lalu lalang orang yang mengganggu ketenangannya. Kiki mulai tidak mau makan pada hari ke 5.

Kondisi kukang sangat memprihatinkan, badannya kurus dengan kondisi gigi taring atas dan bawah seperti dicabut paksa, dan gigi yang lain sengaja dibuat rata dengan gunting kuku supaya terlihat jinak.

Kukang kemudian dibawa ke pusat rehabilitasi satwa IAR Indonesia di Ciapus-Bogor dan setelah diperiksa oleh team medis, dimasukkan ke kandang karantina.

Semoga Kiki sekarang hidup lebih sehat dengan perawatan dan pakan yang semestinya. Bila memungkinkan suatu saat Kiki akan menghirup kebebasan di habitat alaminya.

Selasa, 08 Juni 2010

Lailasari: kukang mungil dari Duren Sawit.

Kamis, 3 Juni 2010, Bapak Chris mengirim email ke IAR bermaksud ingin menyerahkan kukang yang dipeliharanya.

Tim Rescue langsung menanggapi hal ini dan berangkat menuju kediamannya di Duren Sawit, Jakarta Timur.

Kukang Sumatera betina yang diberi nama Laila Sari itu masih berumur sekitar 2-3 bulan dan berada di dalam kandang kayu yang disimpan di dalam rumah.

Kondisi fisik Laila Sari cukup kurus, sangat kecil dengan luka di bagian atas hidung dengan gigi taring atas dan bawah rusak.

Selain itu warna bulunya hitam, kemungkinan dicat oleh penjual agar disamarkan menjadi anak beruang madu yang berbulu hitam.

Semula Bapak Chris tidak mengetahui bahwa Laila Sari adalah Kukang, dia mengira satwa itu adalah tikus atau kuskus, namun setelah browsing di internet dia baru mengetahui bahwa satwa tersebut adalah kukang yang merupakan hewan langka dan dilindungi.

Bapak Chris mengatakan bahwa Laila Sari sudah dipelihara selama seminggu dari sejak pertama kali dia menemukannya di jalan raya dekat daerah Pondok Gede, dekat dengan rumahnya. Selama seminggu Laila Sari diberi makan pisang dan beberapa sayuran, juga diberikan susu bubuk yang dibuat menjadi bubur.

Beruntung Laila Sari segera terselamatkan dan kini dia berada di kandang karantina Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia dengan perawatan yang intensif.

Tim rescue juga memberikan beberapa pengetahuan mengenai kukang kepada Bapak Chris dan keluarganya. Mudah-mudahan beliau bisa menyampakannya juga ke teman-teman dekatnya atau tetangga sekitarnya. Kukang tidak boleh dipelihara atau diperdagangkan.

Untuk membantu penyelamatan kukang, silakan hubungi: IAR Indonesia, 0251-8389232.

Sosialisasi Pelepasliaran Kukang Jawa di Desa Tapos 1 Tenjolaya


Pada bulan april 2010, IAR Indonesia telah melepasliarkan 2 ekor Kukang di Gunung Salak daerah Tenjolaya. Sebagai tindak lanjut dari pelepasliaran tersebut tim edukasi dari IAR Indonesia melakukan sosialisasi tentang Kukang Jawa kepada para Ketua RW, Ketua RT dan tokoh masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Sosialisasi dilakukan pada hari Jumat 14 Mei 2010 di kantor Kepala Desa Tapos 1

Selain IAR Indonesia, dalam sosialisasi ini juga ada pembicara dari KSDA Bogor yaitu Bapak Maman S.Hut dan dari Taman Nasional Halimun Salak, Bapak Edi.

Presentasi diawali dengan pengenalan kukang jawa yang disampaikan oleh Indri dari tim edukasi IAR Indonesia . Selanjutnya presentasi kedua dilakukan oleh Bapak Maman dari KSDA Bogor tentang Penegakan Hukum Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dan terakhir mengenai pengenalan Taman Nasional Gunung Halimun Salak disampaikan oleh Bapak Edi dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Para peserta cukup terlihat antusias mengikuti acara ini dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pembicara.

Sosialisasi ini penting dilakukan karena pada umumnya masyarakat di kasawan Gunung Salak, yang merupakan habitat kukang jawa, belum banyak yang mengetahui tentang satwa jenis ini. Masyarakat masih banyak yang suka menangkap kukang untuk dipelihara atau dijual. Namun akhirnya banyak kukang yang mati karena mereka tidak tahu cara menanganinya.

Setelah mengenal kukang dan mereka tahu satwa ini dilindungi, diharapkan masyarakat di sana ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestariannya.

Rabu, 19 Mei 2010

Rescue Kukang Liar dari Gunung Malang, Tenjolaya

Team International Animal Rescue (IAR) Ciapus, Bogor, pada tanggal 15 Mei 2010 memperoleh laporan dari warga sekitar tentang adanya penemuan seekor kukang di daerah Gunung Malang - Tenjolaya, Barat Ciapus, dan segera team Rescue IAR meluncur ke lokasi penemuan untuk verfikasi laporan, dan memang ada kukang yang dipelihara di rumah salah satu warga.



Sebagai tind
ak lanjutnya, pada Selasa tanggal 18 Mei 2010 pukul 10.30 WIB sekitar 5 orang team Rescue IAR berangkat menuju ke tempat ditemukannya kukang di daerah Tali Kolot RT 1, Desa Gunung Malang, Tenjolaya, sekitar 3 km dari Kantor IAR.

Rumah warga yang memelihara kukang tersebut berada di perkampungan yang berjarak sekitar 300 meter dari jalan raya. Pemilik rumah yang bernama Bapak Hidayat dan Ibu Dedeh tidak mengetahui bahwa satwa yang ditemukan oleh mereka itu adalah kukang, mereka menamakannya kuskus seperti masyarakat Gunung Malang pada umumnya.




Hasil identifikasi memperlihatkan kukang yang di simpan di belakang rumahnya tersebut adalah kukang Jawa (Nycticebus javanicus) dengan jenis kelamin betina. Kukang yang hanya satu ekor tersebut dipelihara dalam kandang yang terbuat dari besi, mirip kandang burung.


Hasil investigasi singkat diperoleh keterangan bahwa kukang tersebut datang dengan sendirinya ke rumah Bapak Hidayat. Kukang tersebut mendatangi rumah mereka pada malam hari (sekitar pukul 10 malam) dan oleh pemilik rumah dibiarkan masuk dan ditangkap. Untuk seterusnya kukang akhirnya dipelihara selama kurang lebih 2 bulan dan diberi pakan setiap hari dengan buah pisang (dan apel). Kukang tersebut pernah ditawar oleh seseorang dari Jakarta untuk dibeli dengan harga yang cukup lumayan, namun oleh pasangan suami istri tersebut tidak diberikan karena mereka pernah diberitahu oleh seseorang bahwa hewan yang mereka temukan itu adalah hewan langka dan dilarang untuk diperjualbelikan.


Pemeriksaan secara klinis di lapangan menunjukkan kondisi kukang baru, secara keseluruhan cukup baik. Penilaian tersebut dilihat dari bentuk tubuh kukang yang cukup besar ukurannya (tidak terlalu gemuk atau kurus), kondisi bulu, serta kondisi gigi yang sangat bagus (gigi semua masih lengkap).


Selain team Rescue, juga ikut serta bagian edukasi. Mereka memberikan informasi mengenai satwa yang dilindungi terutama kukang kepada warga sekitar yang kebetulan ikut melihat dan juga membagikan selebaran (leaflet) tentang kukang agar nantinya warga bisa mengetahui apa saja yang harus dilakukan apabila menemukan satwa ini. Dan memang sebagian besar banyak yang tidak mengenal ataupun mengetahui seperti apakah kukang itu.


Seekor Kukang yang belum diberi nama tersebut, kini dalam perawatan “Animal Keeper” di dalam kandang karantina Pusat Rehabilitasi Satwa IAR Indonesia.

Kamis, 06 Mei 2010

Studi Re-Introduksi Kukang Jawa

Metode lepas liar adalah salah satu metode konservasi yang digunakan untuk memperbaiki kondisi populasi satwa yang terancam punah. Metode ini merupakan upaya untuk mengembalikan satwa liar ke habitat aslinya. Banyak pelepasliaran telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi populasi satwa-satwa yang terancam punah. Namun, sampai saat ini, hanya sedikit kasus lepas liar yang tergolong sukses dilakukan.

Ada banyak hal yang melatarbelakangi ketidaksuksesan itu. Misalnya saja predasi oleh hewan lain, ketidakmampuan satwa dalam beradaptasi dengan lingkungan liar yang baru, dan juga bahkan karena tidak adanya tindak lanjut mengenai keadaan satwa yang sudah dilepasliarkan (no follow up).

Selama ini, banyak pelanggaran yang dilakukan dalam beberapa kasus pelepasliaran. Contohnya adalah melepaskan satwa pada wilayah geografis yang salah, melepaskannya begitu saja tanpa persiapan adaptasi hidup di dunia liar, dan juga melepaskan kukang tanpa pengecekan medis.

Dalam konteks inilah, Pusat Penelitian Primata Nokturnal, Universitas Oxford Brookes, memberikan konsultasi kepada International Animal Rescue dalam melakukan studi pelepasliaran kukang di Ciapus, Bogor. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan metode terbaik untuk re-introduksi kukang agar mereka bisa bertahan hidup setelah pelepasliaran.

Studi pelepasliaran ini mencakup analisis habitat dan tingkah laku ekologi (behavioral ecology) dari kukang. Seperti yang kita ketahui, seekor satwa harus berada dalam sebuah system ekologis yang mendukung agar ia bisa bertahan hidup dengan sempurna. Oleh karena itu, diperlukan analisis habitat untuk mengetahui potensi lokasi pelepasliaran. Analisis habitat meliputi analisis kekayaan spesies baik kelimpahan kukang Jawa itu sendiri kelimpahan serangga, dan juga kelimpahan pohon karet (sebagai makanan).

Pertimbangan Ekologi

Selain analisis habitat, studi perilaku ekologi juga harus dilakukan dalam studi pelepasliaran. Hal ini dikarenakan banyak pelepasliaran sebelumnya yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kesiapan perilaku satwa untuk kembali ke dunia liar. Satwa yang akan dilepasliarkan seharusnya sudah tidak lagi memiliki perilaku yang stereotipik (perilaku stress) sehingga dia bisa aman kembali ke habitat aslinya dengan perilaku normal. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan perilaku kukang dalam kandang rehabilitasi di IAR dan juga pengamatan di kandang habituasi sebelum pelepasliaran. Perilaku yang diamati adalah aktivitas harian dan juga perilaku sosial dari kukang.

Jika habitat yang sesuai telah ditemukan dan perilaku yang sesuai untuk pelepasliaran telah diamati, maka perlu dilakukan pengecekan medis untuk kukang yang siap dilepasliarkan. Baru setelah itu, ditentukanlah lokasi pelepasliaran yang lebih spesifik. Kriteria lokasi yang sesuai untuk pelepasliaran adalah lokasi yang memiliki kelimpahan kukang yang rendah karena, berdasarkan panduan lepasliar IUCN, pelepasliaran tidak boleh menyebarkan penyakit dan gen asing ke dalam habitat yang baru. Selain itu, lokasi pelepasliaran harus berada jauh dari pemukiman dan juga harus dilakukan pendidikan konservasi di desa terdekat.

Tahapan Pelepasliaran

Sebelum pelepasliaran, kukang juga harus ditempatkan dalam kandang habituasi terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk memberi mereka kesempatan beradaptasi di lingkungan baru dan juga waktu istirahat setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Pengamatan perilaku juga dilakukan dalam tahap ini khususnya perilaku pemilihan makanan.



Pemakaian radio collar pada leher kukang yang akan dilepasliarkan

Setelah pelepasliaran dilakukan, maka kita perlu mengawasi keberadaan kukang dalam habitat barunya tesebut. Dalam konteks ini, radio tracking merupakan cara yang baik untuk mendeteksi keberadaan kukang setelah pelepasliaran selama enam bulan, yaitu dengan cara memasangkan radio collar** pada leher kukang sebelum dilepasliarkan. Radio collar akan mengirimkan sinyal ke alat penerima yang akan digunakan oleh tim pelepasliaran sehingga keberadaan mereka bisa dideteksi. Data keberadaan kukang ini digunakan untuk menganalisis daerah jelajah (home range). Dengan begitu, akan didapatkan informasi mengenai rentang wilayah yang ideal untuk pelepasliaran selanjutnya.

Studi re-introduksi kukang ini diharapkan bisa menjadi referensi baru mengenai metode pelepasliaran yang terbaik bagi kukang. Referensi ini bisa jadi berupa informasi daerah jelajah, pilihan makanan, dan juga prilaku ekologi agar kukang bisa bertahan hidup setelah dilepasliarkan.

*) reintroduksi adalah proses mengenalkan kembali satwa ke habitat aslinya. Istilah ini bisa disamakan dengan lepas liar atau release
**) radio collar adalah sebuah alat yang dipasangkan di leher satwa. Alat ini mengirimkan sinyal radio ke alat penerima sehingga keberadaan kukang bisa dilacak.

Selasa, 20 April 2010

Press Release “Pelepasliaran Kukang”

Pada tanggal 14 April 2010, IAR Indonesia bekerjasama dengan dinas Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) mengadakan press release pelepasliaran kukang yang bertempat di kantor IAR di Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Press release dihadiri oleh 20 orang peserta yang berasal dari media massa, dinas BKSDA daerah, dan juga LSM lingkungan yang peduli dengan kesejahteraan satwa. Acara dimulai dengan paparan BKSDA Jawa Timur mengenai asal muasal kukang-kukang yang akan dilepasliarkan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan paparan dari manajemen IAR Indonesia mengenai proses rehabilitasi kukang di IAR Indonesia. Penutup disampaikan oleh pihak BKSDA Jawa Barat yang berbicara mengenai pengkajian habitat TNGHS sebagai habitat yang pas untuk pelepasliaran kukang.
Press release yang dihadiri perwakilan BKSDA Jawa Timur (kanan), TNGHS, IAR Indonesia, dan BKSDA Jawa Barat.


Kukang-kukang yang telah dan akan direlease adalah kukang yang berasal dari penyitaan (confiscated) BKSDA Jawa Timur pada bulan November 2009. Sebanyak 24 kukang disita dan kemudian ditransfer ke IAR Indonesia yang memang concern terhadap kesejahteraan satwa, khususnya primate Indonesia. Di kandang rehabilitasi, kukang-kukang tersebut mendapatkan pengecekan medis, makanan, dan juga tempat hidup yang layak. Selama masa rehabilitasi, kukang tersebut disiapkan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk kembali hidup di alam liar. Setelah beberapa bulan rehablitasi, sebanyak 20 kukang siap untuk dilepaskan bulan April ini (lima diantaranya sudah sukses di release). Sisanya masih belum bisa dilepasliarkan karena kondisi fisik yang belum siap. Bahkan ada yang masih terluka karena tulang yang remuk akibat pelemparan yang dilakukan para pedagang illegal.



Penjelasan dari IAR dan Profauna (LSM yang ikut serta dalam investigasi perdagangan kukang di Jawa Timur) kepada para wartawan sebelum press release.


Kukang yang telah dan akan dilepaskan adalah kukang Jawa (Nycticebus javanicus) yang memang merupakan satwa endemik pulau Jawa. TNGHS adalah tempat yang cocok untuk pelepasliaran kukang kali ini karena, selain area tersebut adalah habitat asli kukang Jawa, TNGHS juga merupakan daerah hutan yang masih perawan. Ditambah lagi, TNGHS memiliki daerah yang didominasi pohon bambu (makanan utama kukang), seranggga, dan juga buah-buahan. Kukang juga memiliki kebiasaan mengerat getah pohon dan kebiasaan ini didukung oleh ekosistem TNGHS yang juga memiliki banyak pohon bergetah.
Untuk aktivitas pasca pelepasliaran, IAR dan juga TNGHS bekerjasama untuk melakukan monitoring dalam meninjau aktivitas harian dan daerah jelajah kukang selama bulan. Oleh karena itu, pelepasliaran tahap ketiga yang sedang dilakukan saat ini menggunakan radio collar sebagai alat monitoring kukang-kukang yang akan dilepaskan.

Peserta press release di kemah sekitar kandang habituasi


Sebagai tambahan, acara press release ini juga diikuti oleh kunjungan peserta menuju kandang habituasi di sekitar lereng Gunung Salak. Walaupun ada 10 peserta press relase yang ikut menuju kandang habituasi, hanya 4 diantaranya yang benar-benar sampai ke kandang habituasi dikarenakan daerah pendakian yang cukup menantang.