Metode lepas liar adalah salah satu metode konservasi yang digunakan untuk memperbaiki kondisi populasi satwa yang terancam punah. Metode ini merupakan upaya untuk mengembalikan satwa liar ke habitat aslinya. Banyak pelepasliaran telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi populasi satwa-satwa yang terancam punah. Namun, sampai saat ini, hanya sedikit kasus lepas liar yang tergolong sukses dilakukan.
Ada banyak hal yang melatarbelakangi ketidaksuksesan itu. Misalnya saja predasi oleh hewan lain, ketidakmampuan satwa dalam beradaptasi dengan lingkungan liar yang baru, dan juga bahkan karena tidak adanya tindak lanjut mengenai keadaan satwa yang sudah dilepasliarkan (no follow up).
Selama ini, banyak pelanggaran yang dilakukan dalam beberapa kasus pelepasliaran. Contohnya adalah melepaskan satwa pada wilayah geografis yang salah, melepaskannya begitu saja tanpa persiapan adaptasi hidup di dunia liar, dan juga melepaskan kukang tanpa pengecekan medis.
Dalam konteks inilah, Pusat Penelitian Primata Nokturnal, Universitas Oxford Brookes, memberikan konsultasi kepada International Animal Rescue dalam melakukan studi pelepasliaran kukang di Ciapus, Bogor. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan metode terbaik untuk re-introduksi kukang agar mereka bisa bertahan hidup setelah pelepasliaran.
Studi pelepasliaran ini mencakup analisis habitat dan tingkah laku ekologi (behavioral ecology) dari kukang. Seperti yang kita ketahui, seekor satwa harus berada dalam sebuah system ekologis yang mendukung agar ia bisa bertahan hidup dengan sempurna. Oleh karena itu, diperlukan analisis habitat untuk mengetahui potensi lokasi pelepasliaran. Analisis habitat meliputi analisis kekayaan spesies baik kelimpahan kukang Jawa itu sendiri kelimpahan serangga, dan juga kelimpahan pohon karet (sebagai makanan).
Pertimbangan Ekologi
Selain analisis habitat, studi perilaku ekologi juga harus dilakukan dalam studi pelepasliaran. Hal ini dikarenakan banyak pelepasliaran sebelumnya yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kesiapan perilaku satwa untuk kembali ke dunia liar. Satwa yang akan dilepasliarkan seharusnya sudah tidak lagi memiliki perilaku yang stereotipik (perilaku stress) sehingga dia bisa aman kembali ke habitat aslinya dengan perilaku normal. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan perilaku kukang dalam kandang rehabilitasi di IAR dan juga pengamatan di kandang habituasi sebelum pelepasliaran. Perilaku yang diamati adalah aktivitas harian dan juga perilaku sosial dari kukang.
Jika habitat yang sesuai telah ditemukan dan perilaku yang sesuai untuk pelepasliaran telah diamati, maka perlu dilakukan pengecekan medis untuk kukang yang siap dilepasliarkan. Baru setelah itu, ditentukanlah lokasi pelepasliaran yang lebih spesifik. Kriteria lokasi yang sesuai untuk pelepasliaran adalah lokasi yang memiliki kelimpahan kukang yang rendah karena, berdasarkan panduan lepasliar IUCN, pelepasliaran tidak boleh menyebarkan penyakit dan gen asing ke dalam habitat yang baru. Selain itu, lokasi pelepasliaran harus berada jauh dari pemukiman dan juga harus dilakukan pendidikan konservasi di desa terdekat.
Tahapan Pelepasliaran
Sebelum pelepasliaran, kukang juga harus ditempatkan dalam kandang habituasi terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk memberi mereka kesempatan beradaptasi di lingkungan baru dan juga waktu istirahat setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Pengamatan perilaku juga dilakukan dalam tahap ini khususnya perilaku pemilihan makanan.
Pemakaian radio collar pada leher kukang yang akan dilepasliarkan
Setelah pelepasliaran dilakukan, maka kita perlu mengawasi keberadaan kukang dalam habitat barunya tesebut. Dalam konteks ini, radio tracking merupakan cara yang baik untuk mendeteksi keberadaan kukang setelah pelepasliaran selama enam bulan, yaitu dengan cara memasangkan radio collar** pada leher kukang sebelum dilepasliarkan. Radio collar akan mengirimkan sinyal ke alat penerima yang akan digunakan oleh tim pelepasliaran sehingga keberadaan mereka bisa dideteksi. Data keberadaan kukang ini digunakan untuk menganalisis daerah jelajah (home range). Dengan begitu, akan didapatkan informasi mengenai rentang wilayah yang ideal untuk pelepasliaran selanjutnya.
Studi re-introduksi kukang ini diharapkan bisa menjadi referensi baru mengenai metode pelepasliaran yang terbaik bagi kukang. Referensi ini bisa jadi berupa informasi daerah jelajah, pilihan makanan, dan juga prilaku ekologi agar kukang bisa bertahan hidup setelah dilepasliarkan.
*) reintroduksi adalah proses mengenalkan kembali satwa ke habitat aslinya. Istilah ini bisa disamakan dengan lepas liar atau release
**) radio collar adalah sebuah alat yang dipasangkan di leher satwa. Alat ini mengirimkan sinyal radio ke alat penerima sehingga keberadaan kukang bisa dilacak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar