Selasa, 20 April 2010

Press Release “Pelepasliaran Kukang”

Pada tanggal 14 April 2010, IAR Indonesia bekerjasama dengan dinas Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) mengadakan press release pelepasliaran kukang yang bertempat di kantor IAR di Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Press release dihadiri oleh 20 orang peserta yang berasal dari media massa, dinas BKSDA daerah, dan juga LSM lingkungan yang peduli dengan kesejahteraan satwa. Acara dimulai dengan paparan BKSDA Jawa Timur mengenai asal muasal kukang-kukang yang akan dilepasliarkan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan paparan dari manajemen IAR Indonesia mengenai proses rehabilitasi kukang di IAR Indonesia. Penutup disampaikan oleh pihak BKSDA Jawa Barat yang berbicara mengenai pengkajian habitat TNGHS sebagai habitat yang pas untuk pelepasliaran kukang.
Press release yang dihadiri perwakilan BKSDA Jawa Timur (kanan), TNGHS, IAR Indonesia, dan BKSDA Jawa Barat.


Kukang-kukang yang telah dan akan direlease adalah kukang yang berasal dari penyitaan (confiscated) BKSDA Jawa Timur pada bulan November 2009. Sebanyak 24 kukang disita dan kemudian ditransfer ke IAR Indonesia yang memang concern terhadap kesejahteraan satwa, khususnya primate Indonesia. Di kandang rehabilitasi, kukang-kukang tersebut mendapatkan pengecekan medis, makanan, dan juga tempat hidup yang layak. Selama masa rehabilitasi, kukang tersebut disiapkan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk kembali hidup di alam liar. Setelah beberapa bulan rehablitasi, sebanyak 20 kukang siap untuk dilepaskan bulan April ini (lima diantaranya sudah sukses di release). Sisanya masih belum bisa dilepasliarkan karena kondisi fisik yang belum siap. Bahkan ada yang masih terluka karena tulang yang remuk akibat pelemparan yang dilakukan para pedagang illegal.



Penjelasan dari IAR dan Profauna (LSM yang ikut serta dalam investigasi perdagangan kukang di Jawa Timur) kepada para wartawan sebelum press release.


Kukang yang telah dan akan dilepaskan adalah kukang Jawa (Nycticebus javanicus) yang memang merupakan satwa endemik pulau Jawa. TNGHS adalah tempat yang cocok untuk pelepasliaran kukang kali ini karena, selain area tersebut adalah habitat asli kukang Jawa, TNGHS juga merupakan daerah hutan yang masih perawan. Ditambah lagi, TNGHS memiliki daerah yang didominasi pohon bambu (makanan utama kukang), seranggga, dan juga buah-buahan. Kukang juga memiliki kebiasaan mengerat getah pohon dan kebiasaan ini didukung oleh ekosistem TNGHS yang juga memiliki banyak pohon bergetah.
Untuk aktivitas pasca pelepasliaran, IAR dan juga TNGHS bekerjasama untuk melakukan monitoring dalam meninjau aktivitas harian dan daerah jelajah kukang selama bulan. Oleh karena itu, pelepasliaran tahap ketiga yang sedang dilakukan saat ini menggunakan radio collar sebagai alat monitoring kukang-kukang yang akan dilepaskan.

Peserta press release di kemah sekitar kandang habituasi


Sebagai tambahan, acara press release ini juga diikuti oleh kunjungan peserta menuju kandang habituasi di sekitar lereng Gunung Salak. Walaupun ada 10 peserta press relase yang ikut menuju kandang habituasi, hanya 4 diantaranya yang benar-benar sampai ke kandang habituasi dikarenakan daerah pendakian yang cukup menantang.

Pelepasliaran Kukang Jawa dengan Radio Collar

Minggu lalu, tepatnya hari Rabu tanggal 14 April 2010, IAR Indonesia bekerjasama dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) melakukan kegiatan pelepasliaran dua ekor kukang Jawa (Nycticebus javanicus) dengan radio-collar. Sehari sebelum pelepasliaran, dilakukan pengecekan medis dua ekor kukang yang akan dilepasliarkan, yaitu Paloma dan Tengah. Menurut peneliti IAR Indonesia, yaitu Richard Moore, gigi kedua kukang tersebut tidak sempurna tetapi keadaannya bisa dibilang cukup baik untuk dilepasliarkan. Richard juga mengatakan bahwa kedua kukang tersebut masih menunjukkan prilaku stereotipik di kandang IAR tapi ia memperkirakan bahwa prilaku ini bisa hilang ketika kukang tersebut berada di kandang habituasi atau di alam liar.


Dokter hewan dan peneliti IAR (dr. Karmele dan Richard) memasang radio collar pada kukang.
Rabu pagi, kedua kukang dibawa menuju kandang habituasi untuk kemudian diawasi perilakunya selama 3 hari. Kedua kukang yang akan dilepaskan memakai radio collar. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pengawasan (monitoring) setelah pelepasliaran. Mekanisme penggunaan radio collar ini adalah dengan mengikuti bunyi beep yang ada di dalam alat tersebut. Wilayah jelajah yang bisa diliputi oleh radio collar ini bergantung pada kondisi topografi tanah. Wilayah Ciapus merupakan wilayah yang berbukit-bukit sehingga terdapat wilayah jelajah seluas 2 km pada percobaan pertama radio-collar ini.



Kandang habituasi kukang dibuat dengan jarring berukuran 3x5x5 m


Setelah mengalami proses habituasi, kedua kukang akhirnya dilepasliarkan pada Minggu malam, 18 April 2010. Dari hasil pengamatan, Palomo dan Tengah memperlihatkan perilaku yang lebih baik dibandingkan perlikau sebelumnya di kandang IAR (perilaku mereka saat itu bersifat stereotipik). Kukang yang terlebih dahulu keluar adalah Paloma dan selanjutnya diikuti Tengah. Tingkah laku yang pertama kali mereka lakukan di luar kadang habituasi adalah makan dan mencari makan. Paloma langsung memegang bunga kaliandra. Begitu juga dengan Tengah, dia langsung pergi untuk mencari bunga. Keduanya begitub aktif mencari makan. Mereka juga dilaporkan memakan semut di sekitar alam liar “baru” mereka.



Kukang Jawa menikmati malam pertama nya dalam kebebasan.


Laporan terakhir dari Richard, kedua kukang ditemukan berada tidak jauh dari kandang habituasi, yaitu sekitar 10 meter dan 50 meter dari kandang. Hal ini tentunya sangat menguntungkan karena bisa mempermudah pengamatan pasca pelepasliaran.

Rabu, 14 April 2010

Yang Tak Bertahan dari Cipete

Pada tanggal 24 Maret 2010 kemarin, IAR Indonesia menerima seekor monyet ekor panjang (Macacca fascicularis) dari Cipete, Jakarta. Monyet tersebut dilaporkan memiliki luka tembak yang mungkin disebabkan oleh ulah warga sekitar. Tindakan pertama yang dilakukan oleh tim IAR Indonesia adalah pengecekan medis dan juga usaha pengobatan untuk menyembuhkan luka.

Tim IAR Indonesia mendapatkan cerita bahwa monyet tersebut dulu nya berkeliaran di suatu kompleks perumahan di daerah Cipete Jakarta. Entah kenapa, pada suatu hari seorang penduduk menemukan monyet tersebut dengan kondisi yang sakit yang sudah parah. Monyet tersebut akhirnya dikirim ke suatu klinik di daerah Ragunan untuk di rontgen untuk kemudian dibawa ke IAR Indonesia. Malangnya, luka tembak yang dimiliki monyet tersebut sudah begitu parah. Peluru tembakan ditemukan sudah menembus lambung dan juga ulu hati sehingga monyet tersebut hanya bisa bertahan hidup selama 2 hari.

Apa yang terjadi pada monyet tersebut mungkin suatu hal lumrah yang terjadi pada lingkungan manusia ketika menghadapi satwa liar yang lepas. Banyak orang mungkin akan ketakutan ketika mendapati satwa liar di lingkungan mereka. Tapi, apakah salah sang monyet untuk berada pada lingkungan manusia?

Kami tidak perlu bertanya pada Anda, sahabat IAR. Manusia juga lah yang membawa satwa-satwa liar keluar dari hutan. Banyak manusia mengambil satwa liar untuk berbagai alasan, salah satu nya untuk dijadikan hewan peliharaan. Ironisnya, ketika satwa liar itu lepas dari kandang, kebanyakan manusia akan panik dan kemungkinan besar akan menembak mati sang satwa, seperti yang dialami oleh sang monyet dari Cipete.

Dari cerita tragis ini, selayaknya lah kita mengerti bahwa satwa liar seharusnya berada di hutan untuk hidup yang aman.

Saat-Saat Menuju Kebebasan di Alam Liar!!


Oleh : -IHp-
Editor: Dyna & Nono
Minggu 4 April 2010, IAR Indonesia melaksanakan kegiatan pelepasliaran Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) tahap pertama di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Pelepas liaran ini dilakukan oleh team Release, termasuk dokter hewan dan staf edukasi

Berikut ini adalah laporan perjalanan yang buat oleh staf edukasi IAR, Indri Hapsari.

Tahap pertama ini akan dilepas 3 ekor kukang yaitu Anggrek, Colomo, dan Ocid. Mereka bertiga akan hijrah dari kandang rehabilitasi menuju habitat aslinya di alam liar.
Pertama, mereka ditanganii oleh tim medis untuk diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Setelah itu giliran animal keeper untuk memasukkannya ke dalam kandang angkut.

Sekitar pukul 08.30 tim berangkat menuju daerah Tenjolaya yang merupakan “pintu gerbang” untuk menuju lokasi release yang berada pada ketinggian 1300 m dpl Kawasan Gunung Salak. Waktu perjalanan yang ditempuh hingga sampai ke lokasi lebih 2,5 jam.
Sesampainya di lokasi, Kukang kemudian dimasukkan ke kandang habituasi yang telah disiapkan oleh staf IAR sehari sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Kandang habituasi ini terbuat dari jaring/jala dengan ukuran 4 x 5 x 3 meter.

Sementara itu, tim Rescue meninggalkan mereka dalam kandang habituasi, menuju pos lain di ketinggian 1200an m dpl, jarak yang cukup jauh agar kukang tidak terganggu.
Sekitar pukul 18.00, beberapa anggota tim kembali ke kandang habituasi untuk memberikan pakan (ulat sagu, jangkrik, sawo, dan pisang kepok) sekalian melakukan observasi perilaku kukang.

Kukang biasanya tidur di siang hari dan pada menjelang malam mulai bangun untuk melakukan aktivitasnya dan mencari makan. Tim IAR melakukan tugas bergilir (shift) untuk observasi yaitu pukul 18.00-21.00; 21.00-00.00; 00-pagi.

Tanggal 5 April adalah hari dimana Kukang akan di keluarkan dari kandang habituasi. Dengan kondisi cuaca agak gerimis, pukul 18.00 staff IAR menuju kandang habituasi. Beberapa orang menyusun jalur keluar dari kandang habituasi yang diarahkan ke pohon di sekitarnya.

Sebelumnya, mereka di beri makan terlebih dahulu. Sekitar pukul 18.45, dalam kegelapan tim IAR mengamati proses kukang jawa tersebut keluar dari kandang habituasi. Saat itu, hanya lampu senter yang bercahaya merah yang boleh dinyalakan. Gerimis mulai berhenti namun angin bertiup sangat kencang membuat pepohonan di hutan bergoyang. Tepatnya pukul 19.00, satu ekor kukang, yaitu Anggrek, mulai keluar dari kandang habituasi. Dia terlihat bergerak lambat, namun sesaat kemudian dia bergerak sangat cepat dan menghilang. Kukang kedua, Ocid keluar lima menit kemudian. Terakhir adalah Colomo yang keluar sekitar 1 jam setelah Ocid. Colomo cukup sensitif pada cahaya, setiap kali dia mau keluar dan senter (cahaya merah) diarahkan ke dirinya, dia sering kaget dan kembali ke kandang habituasi.

Namun akhirnya semua Kukang kembali ke habitatnya, yaitu alam liar di hutan.
“Kami bebas!!” Mungkin kata-kata itu yang akan teriakan ketiga kukang jika mereka bisa berbicara.

IAR Indonesia secara bertahap akan melakukan peleas liaran sekitar 9 ekor Kukang Jawa lainnya .

Jumat, 09 April 2010

Tentang IAR Indonesia

IAR Indonesia merupakan LSM yang bergerak di bidang penyelamatan satwa, baik satwa domestik maupun satwa liar. Kegiatan utama IAR meliputi 3R yaitu rescue (penyelamatan), rehabilitation (rehabilitasi), dan release (pelepasliaran). Saat ini IAR Indonesia memfokuskan kegiatannya pada satwa primata, yaitu kukang, monyet ekor panjang dan beruk di Ciapus, serta orang utan di Ketapang. Selain itu, IAR juga berkepentingan untuk memberikan pendidikan lingkungan kepada para pelajar dan masyarakat luas pada umumnya.
IAR Indonesia berkantor pusat di Ciapus-Bogor dengan sejumlah staf yang terdiri dari para ahli biologi, dokter hewan, perawat satwa dan dibantu oleh staff pendukung lainnya seperti administrasi, maintenance, dan keamanan. IAR juga berkantor di Ketapang Kalbar untuk program penyelamatan orangutan.
IAR Indonesia memiliki fasilitas kantor, klinik satwa dan kandang. Semua kegiatan rehabilitasi didasarkan pada Standar Operational Procedure.

Rabu, 07 April 2010

Kukang: Satwa Imut yang Malang

Memiliki wajah lucu bukan berarti mempunyai nasib yang mujur. Setidaknya itulah yang dialami oleh satwa endemik Pulau Jawa: Kukang Jawa. Hewan primata tingkat rendah yang memiliki nama latin Nycticebus javanicus ini seringkali diburu manusia untuk dijual dan kemudian dijadikan binatang peliharaan karena wajahnya yang lucu dan menggemaskan. Tetapi, sahabat IAR, sebelum kita berbicara lebih lanjut soal kukang. Tahukah Anda apa itu kukang?

Kukang adalah salah satu jenis primata. Seperti halnya satwa primata lainnya, kukang memiliki lima jari yang bisa menggenggam. Kemampuannya ini dipakai untuk menapaki ranting dan cabang-cabang pohon di hutan. Dalam hal taksonomi atau ilmu klasifikasi mahluk hidup, satwa ini termasuk ke golongan primata tingkat rendah dengan sub ordo Strepsirrhini dan genus Nycticebus yang berarti “kera malam”. Kukang hidup di hutan-hutan pegunungan di tiga pulau besar di Indonesia, yaitu di Jawa (Nycticebus javanicus), Sumatera (Nycticebus coucang), dan juga Kalimantan (Nycticebus menagensis). Kukang memiliki cara jalan yang lambat serta ciri khas pada bentuk wajah. Pola warna yang dimiliki satwa ini juga menarik, yaitu satu garis gelap sepanjang tubuh (strip) yang mulai ada dari sekitar kepala sampai bagian belakang. Kukang adalah hewan nokturnal, yaitu hewan yang menghabiskan aktivitasnya di malam hari Dengan begitu tidak heran kalau kukang memiliki sepasang mata yang besar dan bulat sebagai adaptasi di kehidupan malamnya.

Saat ini, CITES, lembaga internasional yang mengurus soal keberadaan satwa liar, memasukkan Kukang Jawa ke dalam daftar 25 satwa yang terancam punah (Endangered species). Sedangkan pemerintah Indonesia memasukkan satwa ini ke dalam daftar satwa yang dilindungi. Biarpun begitu, ternyata masih ada saja ancaman bagi satwa ini. Ancaman utamanya adalah, seperti yang kita singgung di awal artikel ini, ya perdagangan illegal kukang jawa untuk hewan peliharaan.

Kukang Jawa banyak ditangkap untuk diperdagangkan. Sebelum dijual ke pembeli, biasanya para pedagang illegal mencabut paksa gigi taring kukang yang beracun untuk alasan keamanan pembeli. Tidak jarang banyak kukang-kukang yang akan dijual mengalami sakit yang parah sehingga akhirnya mati akibat luka di bagian gigi dan mulut.

Menanggapi masalah ini, pihak pemerintah melakukan penyitaan terhadap satwa-satwa liar yang diperdagangkan, termasuk diantaranya kukang. Nah, kukang-kukang hasil sitaan ini biasanya ditampung oleh LSM pusat rehabilitasi satwa seperti IAR. Saat ini terdapat 75 individu kukang di pusat rehabilitasi IAR dan 35 diantaranya Kukang Jawa. Kukang-kukang tersebut diberikan perawatan medis, makanan , dan juga tempat hidup yang layak untuk selanjutnya dilepasliarkan.

Demikianlah sahabat IAR, wajah dan tubuh kukang memang lucu dan menggemaskan sehingga banyak orang menganggapnya wajar untuk dipelihara. Akan tetapi, kukang merupakan satwa liar asli Pulau Jawa yang sedang terancam keberadaannya dibumi. Tidak seharusnya kukang diambil paksa dari habitat aslinya dan mengalami penderitaan di dunia yang tidak alami.