Jumat, 21 November 2014

Menunggu Senapan Bius, Tiga Orangutan Dalam Kondisi Terancam di Perkebunan Sawit



Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bergerak cepat mengatasi krisis yang melibatkan paling tidak 3 ekor orangutan di kawasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Ketapang. Hari Jumat ini mereka akan mengirimkan 2 senapan bius untuk petugas YIARI (Yayasan IAR Indonesia) yang akan melakukan penyelamatan di lapangan.

Kejadian berawal ketika minggu lalu BKSDA Seksi Ketapang dan YIARI menerima laporan dari Yayasan Palung yang mengabarkan keberadaan orangutan di perkebunan sawit Limpah Sejahtera. Diduga orangutan tersebut adalah yang berhasil selamat dari kebakaran hutan di kawasan perkebunan sawit Arrtu Energie Resources yang bersebelahan. Beberapa orangutan telah terbakar hidup-hidup di sana. "Kami melihat kerangka orangutan yang terbakar di antara abu sisa kebakaran hutan di kawasan itu," kata dokter hewan Christine dari YIARI yang ikut ke sana. 


Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit

Pada tanggal 10 November, tim penyelamatan bergerak kembali untuk mencoba mengevakuasi orangutan jantan dewasa itu. Dikhawatirkan bila tak segera diselamatkan ia akan mati kelaparan. Setelah beberapa jam menelusuri kawasan gambut yang terbakar di tengah hujan lebat –dengan bantuan ekskavator yang sedang bekerja– tim bisa menembak bius sang jantan besar yang sudah kurus, lemah dan limbung.
"Pemandangan di kawasan perkebunan yang dibuka dengan land-clearing ini sangat menyedihkan, gundul dan terbakar. Orangutan terdesak oleh perkebunan sawit. Kami harap perusahaan dapat melakukan kegiatannya dengan cara yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan," kata  Karmele Sanchez, ketua program YIARI.
 
Orangutan yang Diselamatkan
Selama upaya penyelamatan itu tim melihat ada paling sedikit ada tiga orangutan lain yang masih berada di dalam area yang kemungkinan besar membutuhkan penyelamatan. Namun, penyelamatan terkendala karena senjata bius yang hanya satu di Ketapang rusak pada saat melakukan penembakan terakhir.
Dalam kondisi mendesak, Sustyo Iryono, Kepala BKSDA Kalbar segera menginstruksikan untuk mempercepat proses pengiriman dua senjata bius yang berada di Pontianak ke Ketapang. "Hari ini, dengan dikawal petugas BKSDA dan Polda, diharapkan kedua senjata itu tiba di Ketapang untuk segera digunakan. Tentunya sejalan dengan upaya penyelamatan juga akan diadakan penanganan yang menyeluruh mengenai kejadian tersebut, dimulai dari kebakaran hutan sebagai pangkal kejadian," ujarnya. 

Tindakan kepala BKSDA Kalbar ini sejalan dengan empat fokus utama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mana salah satunya adalah masalah kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan perubahan habitat seperti kebun kelapa sawit, ditengarai menjadi penyebab utama turunnya populasi orangutan Kalimantan. Hanya dalam 60 tahun terakhir, populasi orangutan Kalimantan telah menurun sebanyak 50%. Faktor lainnya adalah penambangan skala besar dan perburuan. YIARI beserta BKSDA seksi Ketapang di masa kebakaran beberapa bulan terakhir saja telah menyelamatkan tidak kurang dari 8 ekor orangutan dari berbagai daerah di Kalimantan Barat.

Masalah masih belum selesai karena keesokan harinya datang laporan mengenai orangutan lain dari lokasi yang sama. Kali ini seekor jantan dewasa. Seperti betina yang dievakuasi sebelumnya, orangutan ini juga terlihat sangat lemah dan kurus. Setelah tim penyelamat mengikuti beberapa saat tim menunda pembiusan dan penangkapan karena khawatir stress bisa menimbulkan risiko pada orangutan tersebut.

Senin, 17 November 2014

Mengapa tidak boleh memelihara kukang ? Potensi Cacing Zoonosis

Kukang merupakan satwa primata yang dilindungi oleh pemerintah melalui Undang-Undang No 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Satwa ini masih digunakan masyarakat sebagai satwa peliharaan meskipun hal tersebut melanggar Undang-Undang. Pelanggar dapat dikenakan hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. Selain itu potensi zoonosis (penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya) pada satwa ini cukup tinggi. Salah satu penyakit yang dapat menular ke manusia adalah kecacingan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nafisatul Ulfa dan Mirzan Adi Wibowo dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor di International Animal Rescue Indonesia menemukan jumlah cacing yang cukup tinggi dari pemeriksaan feses yang dilakukan. Cacing yang ditemukan adalah dari genus Nematoda (Cacing Gilik) dan Cestoda (Cacing Pipih).
Penularan penyakit cacing dari satwa ke manusia dapat terjadi melalui telur yang tertelan maupun terhirup oleh manusia. Telur cacing dapat hidup 2 bulan sampai 2 tahun dalam lingkungan yang sesuai (kelembapan tinggi, iklim tropis, suhu moderat). Penularan dapat melalui kontak langsung dengan satwa maupun telur yang ada di tanah, buah, air, dinding rumah, kasur, pakaian dan sebagainya. Pada infeksi ringan dapat  menimbulkan gangguan pencernaan dan anemia, gangguan toksik, obstruksi usus, atau perforasi dinding usus. Pada Infeksi berat dampak yang ditimbulkan berupa malnutrisi akibat cacing menghisap darah manusia. Malnutrisi ini menyebabkan hipoalbuminemia (albumin dalam darah menurun) dan edema (penimbunan cairan pada rongga tubuh). Infeksi pada mukosa intestinal dapat menyebabkan pendarahan, kerusakan epitel dan ulser (hilangnya lapisan epitel) akibat penempelan cacing. Infeksi sekunder oleh bakteri dan lesi bronkopneumonia juga dapat terjadi. Selain itu, fase migrasi yang terjadi sebelum cacing menjadi dewasa dalam usus juga merugikan karena menyebabkan kerusakan jaringan dan hemoragi di hati dan paru-paru. Larva di paru-paru menyebabkan edema dan infiltrasi sel radang. Larva cacing dapat menyebabkan trombosis dan aneurisma pada pembuluh darah. Kematian dapat terjadi karena hemoragi internal disertai ruptur (peluruhan lapisan epitel usus).
Pemeliharaan kukang merupakan hal yang melanggar hukum dan dapat menimbulkan berbagai dampak merugikan bagi manusia. Dampak ini cukup membahayakan untuk kesehatan manusia sehingga tidak ada untungnya menjadikan kukang sebagai hewan peliharaan. Jadi jangan pelihara kukang. Stop Illegal Hunting and Trading !

Oleh : Nafisatul Ulfa (nafisatul.u@gmail.com)