Senin, 26 Maret 2012

Kukang, Primata Unik yang terbelenggu



Ditulis oleh : Tim Keeper Kukang
Pada hakikatnya semua satwa ingin hidup bebas, bebas berkeliaran di alam lepas (hutan) termasuk satwa unik yang satu ini yaitu Kukang. Di Indonesia ada tiga jenis kukang:
1.       Kukang jawa (N.Javanicus)
2.       Kukang Sumatra (N.coucang)
3.       Kukang Kalimantan (N.menagensis)
Diantara tiga jenis kukang tersebut, kukang jawa merupakan yang terancam punah. Oleh sebab itu pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk menindak terhadap pelanggaran, perburuan, penyelundupan dan perdagangan satwa liar dilindungi harus bertindak tegas. Selain itu penyuluhan untuk menyadartahukan kepada masyarakat juga harus terus dilakukan. Dalam hal ini semua pihak harus duduk bersama dan melakukan tindakan bersama agar tujuan perlindungan kukang tercapai.

tidak layak di kandang
Tidak layak hidup di sangkar/ kandang
Satwa jenis apapun akan terbelenggu jika mereka berada dalam sangkar/kandang. Mereka akan stress dengan ruangan yang terbatas (sempit). Sama halnya kalau kita berada dalam ruangan yang sempit. Kita akan merasa tidak nyaman begitu pula mereka akan merasakan hal yang sama. Banyak dari mereka yang mengalamai kematian akibat stress saat hidup didalam ruangan yang sempit.
Tuhan menciptakan berbagai jenis mahluk hidup tentunya akan membawa manfaat untuk kehidupan didunia ini, karena saling ketergantungan antara mahluk satu dengan mahluk lainnya. Dan manusialah yang wajib menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungannya karena manusia adalah mahluk yang berakal.
Bebas!
Biarkan mereka hidup bebas
Kukang banyak dijadikan peliharaan karena bentuknya yang lucu/unik sampai-sampai kukang ada juga yang ditaruh didalam kamar sebagai teman. Padahal kukang mempunyai racun. Jika dia terancam akan dikeluarkannya. Selain itu potensi zoonosis juga sangat membahayakan.
Maka biarkanlah kukang hidup bebas dihabitatnya dan jangan pernah mencobauntuk menangkap dan memeliharanya agar kelangsungan hidup mereka terjaga. Kukang bukanlah satwa peliharaan (pet), jadi dia lebih pantas hidup di alam bebas.


Mengenalkan Kukang Jawa di LATDAS PA (Latihan Dasar Pecinta Alam).


Memberikan edukasi kepada siswa Labschool
Oleh R. Huda
Pendidikan konservasi tidaklah harus dilakukan secara formal yaitu dalam lingkup sekolahan atau kampus dengan formalitas yang bisanaya terkesan kaku. Namun bisa juga dilakukan dalam suasana non formal. Hal ini biasanya akan lebih mudah diterima dan lebih “mengena” materi-materi yang disampaikan.
Tanggal 24 februari 2012, saat tim survey potensial habitat Kukang jawa di resort gunung salak II TNGHS, kebetulan ada rombongan dari Lab. School Kebayoran yang sedang melakukan kegiatan LATDAS PA.
“Ini moment yang bagus” kata kami.
Kemudian Kami menemui salah seorang yang terlihat senior menurut kami. Terlihat dari tampangnya “terlihat tua” he…….
Ternyata dia adalah Kawan dari Wanadri (bersama kawan-kawanya) yang sedang mendampingi siswa-siswa tersebut.
“Bos kami minta waktu sebentar untuk sharing Program IAR Indonesia  tentang konservasi Primata khususny Kukang jawa”. Ucap kami dengan gaya sok akrab.
Ok. Silahkan. Tetapi kami harus koordinasi dengan ketua kami dulu. Jawab bang Nanang, kawan dari Wanadri tersebut.
Kemudian setelah diskusi dengan ketua tim LATDAS kami di beri waktu yaitu pukul 21.00 wib untuk menyampaikan materi.
Malampun dating, kabut dingin turun dengan tetesan air bak salju menempel di rambut, baju menjadi putih bening mengkilat.
Dingin menusuk, kopi panas dihidangkan didepan kami yang sedang memberikan materi. Sepatah, duapatah kata dan seteguk kopi  menjadikan suasana hangat. Sehangat diskusi yang sedang berlangsung.
Pertanyaanpun mengalir deras hingga akhirnya kami diingatknan oleh panitia. Dengan berbisik lirih “maaf mas, waktunya habis, soalnya masih ada satu materi lagi dari kami” kata coordinator acara.
Tanggal 10 Maret 2012, saat monitoring Kukang Jawa hasil pelepasliaran IAR Indonesia di Cihideng, kami juga bertemu dengan rombongan  Pecinta alam yang sedang melakukan LATDAS di kawasan TNGHS yaitu dari MAN 4 Jakarta. Kami juga meminta waktu kepada pendamping kegiatan (pak guru) yaitu pak Ghozali.
“Silahkan mas. Kami juga sangat berterima kasih karena IAR Indonesia telah memberikan pengetahuan tentang konservasi primate khususnya kukang jawa. Dan kami masih sangat awam dengan hal tersebut.” Kata pak Ghozali dengan penuh keterbukaan menyambut kami.
Dua organisasi lagi yang terdiri dari anak-anak muda kini telah mengetahui dan mengenal kukang jawa. Namun masih banyak lagi masyarakat yang belum mengetahuinya. Semoga dengan pengenalan-pengenalan terhadap generasi muda ini akan tercipta kader-kader konservasi (khususnya kukang jawa) dan akan membantu melestarikannya.

Kamis, 22 Maret 2012

Monyet juga punya hak


Oleh IHp_Education
Saat kita memperlihatkan gambar monyet kepada orang-orang sebagian besar pasti akan tertawa, kenapa harus tertawa? Padahal dia adalah makhluk hidup yang sama dengan kita.
Mungkin salah satu alasannya adalah karena monyet (terutama monyet ekor panjang) sering menjadi satwa yang dipertontonkan seperti pada atraksi topeng monyet dan sirkus. Seringkali dalam atraksi tersebut monyet menjadi tokoh yang bodoh atau bahan lawak. Sehingga tidak aneh jika kebanyakan orang akan tertawa jika melihat monyet. 
Kemungkinan lain adalah karena kemiripannya dengan manusia. Hal ini membuatnya menjadi bahan ejekan yang cukup membuat orang merasa terhina jika dikatakan mirip dengan monyet.
Selain mendapat perlakukan yang cukup merendahkan diri mereka, mereka juga sering diperlakukan dengan sadis. Sebagai contoh, agar monyet dapat melakukan atraksi topeng monyet mereka dicambuk atau dipukul jika tidak menurut, tidak diberi makan berhari-hari jika tidak melakukan yang diinginkan majikanya. Contoh lain adalah monyet yang dipelihara ditelantarkan di kandang yang sempit karena pemiliknya sudah bosan dengannya atau kerena monyet itu menggigitnya.
Sebenarnya satwa juga memiliki hak untuk hidup sejahtera sama seperti manusia, bahkan sejak 1979 pemerintah Inggris melaui Farm Animal Welfare Council (sejak 2011 menjadi berganti nama menjadi Farm Animal Welfare Committee_www.fawc.org.uk) menetapkan lima kebebasan satwa untuk satwa ternak. Saat ini kelima kebebasan satwa tersebut digunakan juga bagi satwa non-ternak.
Satwa, termasuk monyet dikatakan sejahtera jika mereka memiliki kelima macam kebebasan satwa (harus memilki kelima-limanya) yaitu :
1.       Bebas dari kelaparan dan haus
2.       Bebas dari rasa tidak nyaman
3.       Bebas dari luka, rasa sakit dan penyakit
4.       Bebas berperilaku normal dan alami
5.       Bebas dari rasa takut dan penderitaan.
Pertanyaannya sekarang apakah monyet yang beratraksi untuk topeng moyet dan sirkus sejahtera? 
Apakah monyet yang dipelihara sudah pasti sejahtera?
Jawabannya? 
Jika anda melihat 5 kebebasan satwa, tentu saja mereka tidak sejahtera!
Beberapa ada yang kelaparan karena tidak diberi makan atau ditelantarkan.
Mereka tidak akan merasa nyaman karena mereka tidak bebas bergerak atau berpindah tempat karena dikurung dikandang yang kecil atau dirantai leher atau perutnya.
Monyet yang dicambuk atau dipukul pasti akan merasakan sakit dan jika mereka terluka, tidak menutup kemungkinan bisa terjadi infeksi dan menimbulkan penyakit
Monyet-monyet seharusnya berada di alam memanjat pohon, bergelantungan, berkumpul dengan sesamanya, bermain dengan temannya, makan buah, dedaunan atau serangga. Namun monyet yang dipelihara seringkali makan nasi, gorengan, es krim; tidur di tempat tidur dengan kita; ataupun melakukan atraksi meniru perilaku manusia seperti naik sepeda atau membawa keranjang.
Bunyi keras, suara mobil, suara manusia yang berteriak membuat mereka takut terutama jika mereka diikat atau kandangnya ditaruh berdekatan dengan jalan raya.  Beberapa juga menderita karena diikat di dekat jalan dengan tidak menggunakan penghalang apapun untuk sinar matahari yang terik ataupun pukulan dan cambukan yang diberikan agar menurut. Hal ini membuat mereka menderita.
Monyet adalah satwa liar dan satwa liar seharusnya hidup di hutan tidak berada bersama kita, manusia.


Tim YIARI menghadiri Seminar Kukang di Universitas Lampung

Para pembicara dan beberapa mahasiswa

Oleh IHp_Edukasi
Sebuah kerjasama antara Yayasan IAR Indonesia, BKSDA Lampung dan Himasylva (Unila) dilakukan dalam bentuk Seminar Kukang “Kukang di Indonesia : Kondisi saat ini dan Permasalahannya” pada hari Kamis, 15 Maret 2012 kemarin.
Dari YIARI sendiri datang 5 orang dan satu diantaranya adalah Indah Winarti, kordinator program Slow Loris Awareness yang menjadi pembicara pada seminar tersebut.
Seminar yang dimulai sekitar pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 13.00 terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diisi oleh Indah Winarti yang berbicara mengenai pengenalan kukang serta Dr. Badiah Sari Dewi seorang dosen Unila yang berbicara tentang peluang penelitian bagi mahasiswa Unila tentang satwa nokturnal. Sesi kedua seharusnya diisi oleh kepala BKSDA Lampung namun beliau berhalangan sehingga digantikan oleh Rikha dari BKSDA Lampung yang juga dosen Unila, hal yang dibahas adalah tentang peraturan pemerintah yang berlaku bagi satwa liar. Pembicara kedua untuk sesi kedua adalah Dwi Adhiasto dari WCU (Wildlife Crime Unit) yang membahas tentang perdagangan satwa liar terutama kukang.
Kegiatan seminar ini sangat ramai dengan kapasitas kursi untuk 150 orang, peserta yang datang hampir mencapai 200 orang, sehingga harus ada yang berdiri.
Semoga dengan adanya seminar kukang ini semakin banyak masyarakat yang mengenal kukang dan karenanya mereka tidak akan membeli kukang karena kukang adalah satwa yang dilindungi oleh pemerintah.

Tim dari Yayasan IAR Indonesia membantu di PPS Lampung


kukang yang diberi suplemen
Oleh IHp_Edukasi
Pada hari Rabu tanggal 14 Maret 2012, tim dari YIARI datang ke PPS Lampung untuk memberikan pelatihan tentang bagaimana cara menangani kukang di kandang.
Ada 4 kukang dari jenis Kukang Sumatera yang berada di PPS Lampung saat itu . Satu kukang terlebih dulu datang sementara tiga sisanya yang datang bersamaan adalah hasil penyerahan sukarela dari masyarakat. Kondisi keempatnya cukup sehat dan masih memiliki gigi sehingga diharapkan dapat bisa dilepasliarkan secepatnya.
Tim dari YIARI memberi masukan tentang enrichment seperti letak pohon yang cukup ideal, pembuatan kotak tidur dan juga letak dan cara makanan disimpan di kandang. Kebersihan kandang juga diperhatikan agar kukang tidak mudah terserang parasit atau cacing.
Dokter hewan dari YIARI juga melakukan beberapa perlakuan seperti memberikan suplemen dan obat cacing. Tim juga melakukan observasi terhadap tiap individu kukang seperti jenis kelamin dan kondisi fisik dengan menctat dan mengambil gambar.
Saat waktu menunjukan pukul 18.00 tim menyelesaikan kegiatannya.
Keempat kukang yang masih memiliki gigi lengkap ini masih memiliki kesempatan yang sangat besar untuk dilepasliarkan ke alam, semoga mereka bisa secepatnya dilepasliarkan ke alam.
Kukang adalah satwa yang dilindungi oleh pemerintah dalam UU No. 5 tahun 1990. Kukang tidak boleh diburu, diperjualbelikan dan dipelihara.

Kesempatan yang kecil bagi kukang tak bergigi


Oleh IHp_Edukasi
Kukang, primata malam yang lucu ini banyak diperjualbelikan di pasar-pasar hewan saat ini. Meskipun tahu bahwa tidak boleh menjual kukang, para pedagang tidak malu-malu lagi, mereka memajang kukang di depan toko, pinggir-pinggir jalan bahkan di lampu merah.
Karena penampakannya yang lucu, banyak orang yang memeliharanya tanpa tahu penderitaan yang dialami oleh kukang-kukang tersebut. Agar terlihat jinak gigi taring kukang tersebut dipotong menggunakan gunting kuku atau dicabut dengan tang tanpa menggunakan obat bius (bisa anda bayangkan betapa sakitnya itu). Tidak jarang ada yang mengalami luka dan infeksi namun biasanya dibiarkan oleh pedagang sehingga tidak sedikit juga yang mati.
Jika ada diantara anda yang memiliki kukang di rumah mungkin dapat anda lihat apakah kukang anda masih memiliki gigi taring atau tidak. Jika tidak berarti kukang tersebut telah mengalami kejadian yang sangat menyakitkan bagi dirinya.
Di pusat rehabilitasi kukang di YIARI Ciapus saat ini terdapat sekitar 80% kukang yang tidak memiliki gigi taring dan itu berarti ada sekitar 80% kukang yang tidak dapat kembali ke alam liar.
Mengapa begitu?
Kukang tak bergigi tidak dapat bertahan hidup di alam, selain untuk pertahanan gigi taringnya juga digunakan untuk mencari makan, jadi jika gigi tersebut tidak ada bagaimana mereka akan bisa bertahan hidup?
Perdagangan kukang adalah penyebab utama kukang tidak bergigi taring, oleh karena itu kami menghimbau anda untuk tidak membeli kukang (meskipun anda merasa kasihan). Secara logika, jika kukang tidak lagi laku maka pedagang tidak akan meminta pemburu untuk memburunya lagi dan tidak akan ada lagi kukang tak bergigi.
STOP PEDAGANGAN KUKANG
JANGAN MEMBELI KUKANG!!  

MEMELIHARA HEWAN APA DI DUNIA INI YANG TIDAK ADA SENINYA?


Oleh Suli Partono
Saat pemburu berupaya mendapatkan saya, dengan susah payah harus menemukannya dalam persembunyian di siang hari,saya dalah kukang, aktif di malam hari, dalam bersembunyi hampir sulit karena warna tersemarkan oleh dedaunan yang coklat, hanya dengan meringkuk bebas sudah terhindar dari predator alami .teman teman saya nanti  sebut mereka, HANYA manusialah yang mau mengusik tidur mereka, mengusik ketenangan naik turunnya pernapasan kedamaian
Hanya manusia yang tega dengan senang hati setelah mendapatkan tujuannya,lantas tanpa berdosa gigi gigi yang runcing hasil evolusi  ribuan tahun yang lalu untuk menyesuaikan keadaan sekarang,harus terpotongkan oleh alat alat potong karatan, yang pastinya membuat pilu hati.perpotongkan hanya karena beralasan untuk bisa di jual dengan aman.
Dalam kandang sementara mereka dikumpulkan persis seperti manusis zaman mesir kuno dalam film film, dalam kandang menjadi satu tanpa makanan,pasangan,kedudukan atau golongan…dari berbagai belahan hutan asli habitat mereka, sekarang sudah tidak ada hierarki sosial mereka, mimpi buruk.dalam kandang tak berseni tinggi mereka menunggu teman teman yang bernasib serupa menjalani hari hari penuh penderitaan.
Dalam kandang angkut dari daerah asal sampai tujuan tempat penjualan,teman teman mereka banyak yang mati,karena ditempatkan dalam karung karung goni ,dengan penempatan secara acak dengan karung goni lain yang berisi bukan hanya hewan lain namun bersamaan dengan berbagai kebutuhan manusia, hanya bertujuan mengelabuhi petugas  pemeriksaan yang berwenang di jalan raya.
Malam hari yang harusnya di nikmati bersama pasangannya atau keluarganya dengan di iringi panorama bulan yang hampir penuh adalah peran kesejatian alam kodrati, harus menerima perlakuan yang kasar akan pemindahan kedalam kandang kandang jual besi karatan tanpa memperdulikan rengekan tangis mereka.hal seperti dilakukan setelah mereka sampai di tempat tujuan dalam hiruk pikuk pekerjaan yang super kilat berburu dengan waktu.
Siang hari di tengah sengatan matahari ibukota,pasar pasar burung ataupun pasar kagetan adalah hari hari sedih yang harus di jalani bersama satwa satwa lainnya, yang di lakukan hanya menunggu waktu berpindah tempat atau menunggu ajal. Ya begitu mudah memang ajal menjemput, yang beruntung artinya segera di beli namun yang belum harus menjalaninya
Mendiami tempat baru belum tentu akan meninabobokan para satwa yang aktif malam hari ini, perlakukan grooming bagi ‘penyayang’ hanya membawa nasib makin menderita.ringikan atau cericitnya hanya jiwa pembrontakan yang TIDAK MAU DI PEGANG, memperlihatkan giginya yang sudah dipotong hanyalah sindiran bahwa ENGKAU KEJAM, tanpa gigi ini saya tidak mungkin makan dengan sempurna,mungkin kelak saya akan sakit gigi, kelak saya akan mendapat infeksi yang mungkin kelak mempercepat saya mati.
Belum….belum ….belum mati, majikan saya akan mencari informasi ke internet, makanan apa yang sesuai, apa yang harus dilakukan saat satwa’kesayangan’ mengalami hal yang membuat mereka murung, ternyata mereka menemukan bahwa satwa tersebut dilindungi, beberapa pemelihara sudah mau berganti ‘hobi’ setelah ‘boneka kesayangan’ ngambek makan, lantas mengeyahkan mau menyerahkan ke rehabilitasi satwa saja, terlambat sudah .
Kenapa mereka tidak mencari dulu di dunia maya, hewan apa gerangan ditepi jalan ,pasar burung,pasar kaget depan mall, selalu tidur sementara yang lain jingkrak sana sini, kadang berambut pirang,albino  kata mereka.
Maka mana nilai seni memeliharanya di semua lini menyengsarakan saya.sampai akhirnya saya betul betul mati.
Akhirnya onggokan tanah merah tempat saya terakhir,di bawahnya saya pulas mengenang kisah sendiri, mengenang akan hidup yang terlahir sebagai kukang,  semoga saya yang terakhir,semoga saja.cerita ini dari kisah kisah nyata berbagai kukang terjadi di rehabilitasi satwa iar ciapus.