Selasa, 24 Januari 2012

Gunung, orangutan yang mandiri


Gunung adalah nama seekor bayi orangutan jantan yang datang ke pusat rehabilitasi YIARI Ketapang pada bulan November 2011. Kondisi Gunung sudah semakin baik dan gigi serinya sudah tumbuh.
Ukuran tubuh Gunung paling kecil dibandingkan bayi lainnya, meskipun begitu dia adalah yang paling mandiri diantara bayi orangutan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari perilakunya setelah diberikan susu olah babysitternya. Gunung akan bermain sendiri dengan daun dan ranting yang ada di sekitar dia. Rasa penasaran yang tinggi juga terlihat dari cara dia merasakan berbagai macam jenis daun yang berbeda.
Kami sangat berharap Gunung dapat menjadi orangutan yang sehat dan dapat tumbuh menjadi kekar sesuai dengan namanya “Gunung.”
Ayo kita sama-sama selamatkan orangutan dari kepunahan!!!
(EDU_YIARI)

Rabu, 18 Januari 2012

Bhutan, Orangutan yang terserang Malaria mulai pulih kembali

Bhutan
Bhutan, nama seekor anak orangutan yang datang ke pusat rehabilitasi orangutan YIARI Ketapang pada tanggal 23 November 2011 lalu. Waktu itu kondisi Bhutan sangat memprihatinkan, datang dengan kondisi lemah dan memiliki penyakit malaria. Setelah hampir dua bulan dalam perawatan tim medis kondisi Bhutan saat ini sudah mulai membaik.
Dia sudah sembuh dari malaria yang menyerangnya dan mulai aktif memanjat pohon serta bermain. Berat badannya pun mengingkat dari 4.9 kg menjadi 5.5 kg. yang lebih baik lagi setelah dilakukan tes darah, tidak ada penyakit berat yang dideritanya.

Semoga kondisi Bhutan cepat pulih dan menjadi orangutan yang sehat kembali.

Orangutan masih satu kelompok dengan manusia, kita sama-sama primata. Dalam hal ini penyebaran penyakit bisa terjadi dari manusia ke orangutan ataupun sebaliknya. Apakah anda masih mau memelihara orangutan???
(IHP_EDU_YIARI)

Televisi memicu “ketersiksaan” terhadap satwa???

Oleh Ayut Enggeliah Entoh
Tayangan visual seperti film dan televisi adalah media yang paling mudah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, dan tayangan yang memuat kekerasan pada hewan akan berkontribusi terhadap perilaku masyarakat atau individu. Pesan inilah yang disampaikan oleh Drh. Wiwiek Bagja sebagai ketua PDHI (Persatuan Dokter Hewan Indonesia), pada tangal 13 Januari 2012 di kantor KPI IAR-Indonesia dan beberapa LSM perlindungan terhadap Satwa diundang audiensi dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang diinisiasi oleh ProFauna Indonesia. Dialog mengenai tayangan hewan di televisi ini diadakan sebagai tanggapan atas Surat Terbuka yang ditujukan kepada KPI oleh Remotivi sebagai lembaga yang bekerja untuk pemantauan tayangan televisi di Indonesia. Dalam dialog ini selain diikuti oleh LSF (Lembaga Sensor Film) juga dari beberapa stasiun tv seperti Trans7, TransTV, ANTV, SCTV, MNC-TV, TVRI
Drh. Wiwiek Bagja menjelaskan bahwa kesejahteraan hewan (principles of welfare) adalah dalam penggunaan hewan untuk berbagai kepentingan, yaitu: bebas dari haus dan lapar, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit akibat cidera dan sakit, bebas dari rasa takut dan tertekan, dan bebas berekspresi untuk berperilaku alami. Maka dari itu dalam penggunaan Satwa harus didampingi oleh Dokter Hewan.
Jefri Gabriel dari Remotivi menegaskan bahwa pokok permasalahan yang ada dalam tayangan televisi yang melibatkan hewan, bahwa (1) beberapa tayangan memuat unsur kekerasan dan sadisme, (2) adanya pengabaian hak anak-anak atas pendidikan serta rasa aman dan nyaman, (3) memuat informasi yang keliru, (4) mengabaikan kesejahteraan hewan, serta (5) mendorong penyimpangan hobi.
Menurut Irma Herawati dari ProFauna dan Benvika dari JAAN  berpendapat yang sama bahwa terdapat banyak masalah terkait hewan yang ditampilkan di televisi. Sebagai contoh penggunaan satwa langka dalam iklan berdasarkan WCU (Wildlife Crime Unit) akan  mendorong meningkatnya penjualan satwa tersebut di pasar gelap dan pasti akan berakibat pada tindak kekerasan yang menyebabkan hewan menjadi stres, sakit, dan takut.
Judul tayangan yang bermasalah antara lain: Petualangan Panji, Gadis Petualang, Steve Ewon Sang Pemburu (ketiganya disiarkan Global TV), Mancing Mania, dan Berburu (keduanya disiarkan Trans 7). Bisa dipastikan penggunaan satwa tersebut menyebabkan stress dan dan berpotensi sebuah rekayasa keberadaan satwa yang tidak sesuai dengan habitat alami satwa berasal.
Ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat berpendapat, “Kami berharap bukan dihilangkan, bahkan ditambah (tayangan mengenai hewan) dengan muatan edukasi dan tayangan yang disajikan harus mempertimbangkan agar anak-anak mempunyai perspektif positif terhadap hewan yang ditampilkan.
Salah satu efek dari tayangan kekerasan terhadap satwa adalah pada saat Tim dari IAR melakukan kegiatan edukasi dan berinteraksi langsung dengan anak-anak yaitu munculnya counter  bahwa perlakuan “tidak baik” yang pernah ditonton di tv adalah sesuatu yang wajar dan boleh. Maka dari itu segera ada sebuah perbaikan mutu acara bagi masyarakat terutama anak-anak yang mendidik dan berkualitas.
Selain perlindungan terhadap satwa, adalah tayangan di televisi harus memperhatikan perlindungan terhadap publik. Menurut Roy Thaniago dari Remotivi bahwa sensitivitas publik terhadap segala bentuk kekerasan mesti dipertinggi, bukan diperendah dengan membiarkan kekerasan terhadap hewan dialami sebagai sebuah tontonan atau pengalaman yang wajar.
Salah satu pernyataan Drh. Wiwiek Bagja yang menarik adalah “Bagaimana satwa tersebut menemui kematiannya”, apa bila satwa terluka dilepaskan kembali seperti yang ditampilkan di acara mancing mania bisa dipastikan satwa tersebut akan menjadi buruan satwa lainnya dialam. Hal inilah yang harus kita perhatikan sebagai manusia yang beradap dan bermoral tidak boleh mempermainkan makhluk ciptaan Tuhan.
Mari bersama menghargai makhluk ciptaanNya karena kita mempunya hak yang sama…

Selasa, 17 Januari 2012

3 ekor Monyet ekor panjang datang ke pusat rehabilitasi YIARI

proses rescue
Dengan adanya informasi yang tersebar tentang pusat rehabilitasi Monyet Ekor panjang milik Yayasan IAR Indonesia (YIARI), banyak pemilik monyet ekor panjang yang ingin menyerahkan peliharaannya. Beberapa adalah orang yang benar-benar sadar untuk menyerahkan monyetnya secara sukarela, beberapa yang lain tampaknya adalah pemilik yang bosan atau tidak mau bertanggung jawab-karena mereka hanya mau menyerahkan ketika monyetnya sudah sakit atau bermasalah.
YIARI mendapat telepon di awal bulan Januari ini tentang adanya monyet ekor panjang yang terantai di jalan di Jakarta dan berharap YIARI dapat merescue monyet tersebut dan dari situ diketahui juga bahwa Sang pelapor memiliki 2 ekor monyet. Setelah tim medis menghubungi pelapor dan memberi informasi bahwa tidak boleh memelihara satwa liar akhirnya pelapor setuju untuk menyerahkan monyet peliharaannya.
Rescue atau pengambilan satwa yang diserahkan secara sukarela oleh pemilik dilakukan pada tanggal 11 Januari 2011. Tim berangkat pagi dari kantor menuju rumah pelapor dan tempat monyet yang dirantai.
Tim mendatangi monyet yang dirantai terlebih dahulu. Monyet jantan dewasa ini berada di jalan di luar rumah dan terantai di bagian perut ke sebuah bangku. Pemilik mengatakan dia sering mengajak monyet tersebut berjalan-jalan meskipun begitu dengan kondisi rumah yang terletak dekat dengan sekolah yang berisik monyet tersebut terlihat gelisah dan takut, dia bahkan mengigit dirinya sendiri. Monyet kemudian dibius dan diangkut ke kandang transport. Dalam kegiatan ini drh. Intan memberikan informasi tentang monyet ekor panjang kepada penduduk yang menonton kegiatan tersebut termasuk juga memberikan leaflet.
Selanjutnya tim mendatangi pelapor untuk mengambil 2 ekor monyet ekor panjang miliknya. Kedua monyet tersebut adalah betina, yang lebih muda terantai di sebuah pohon sedangkan yang lebih tua berada di dalam kandang. Pelapor terlihat sangat mencintai kedua monyet tersebut dan terlihat sedikit sedih saat harus menyerahkan keduanya.
Ketiga monyet tersebut kemudian di bawa ke pusat rehabilitasi YIARI di Ciapus. Saat ini mereka sedang berada di kandang karantina untuk di cek kesehatannya sebelum mereka akan digabungkan dengan monyet lain di kandang sosialisasi.
Semoga ketiga monyet ini dapat menjalani proses rehabilitasi dengan baik sehingga mereka dapat dilepasliarkan kembali kealam.
Jangan memelihara monyet ekor panjang karena mereka adalah satwa liar yang berkelompok dan tidak seharusnya dipelihara oleh kita. Jika kita memelihara mereka artinya kita merenggut kebebasan mereka untuk hidup bebas dan bersama-sama dengan keluarganya.
STOP PELIHARA SATWA LIAR!!!!
(Chris Wiggs-translated by IHp_EDUYIARI)

Pelatihan fasilitator bagi staf dan volunteer YIARI


oleh Alya-volunteer YIARI Ciapus
Hari Minggu (15/1) lalu, untuk kedua kalinya saya mengikuti kegiatan volunteer Yayasan International Animal Rescue (IAR). Sebagai volunteer baru, ini lah pertama kalinya saya menjejakkan kaki di “markas” IAR, yaitu di Curug Nangka, Ciapus, Bogor. Cuaca mendung dan berkabut saat itu tidak mengurangi semangat saya, justru menimbulkan decak kagum karena seakan memperkuat indahnya panorama daerah kaki Gunung Salak. Kehadiran saya kali ini untuk menghadiri pelatihan fasilitator penyadartahuan. Pelatihan fasilitator merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan para volunteer yang akan berperan sebagai fasilitator kegiatan penyadartahuan IAR di bulan Januari hingga Februari 2012. Materi yang diangkat dalam penyadartahuan tidak jauh dari bidang kerja IAR yaitu mengenai animal welfare, pelestarian kukang serta pelestarian macaca. Peserta pelatihan fasilitator berasal dari berbagai kalangan dan umumnya merupakan volunteer dari kegiatan IAR sebelumnya, diantaranya ialah perwakilan dari Uni Konservasi Fauna IPB, Universitas Pakuan, Universitas Nusa Bangsa, PELITA serta pelajar SMP dari Bogor.
Kegiatan yang dimulai pukul 10.00 hingga 15.00 WIB ini berlangsung menarik. Kegiatan diawali dengan perkenalan menggunakan gambar yang dibuat masing-masing peserta di secarik kertas untuk mempresentasikan diri, ciri khas serta kelebihannya sehingga mempermudah proses perkenalan. Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Ibu Melly dari YPBB, mengenai teknik dasar fasilitasi dan berbagai tips bagi para fasilitator untuk berinteraksi dengan audiens. Fasilitasi bertujuan untuk mempermudah proses, dalam hal ini ialah proses pemahaman audiens terhadap pesan yang akan disampaikan fasilitator dalam kegiatan penyadartahuan. Menjadi fasilitator yang baik tidak lah mudah, membutuhkan kreativitas dan kepekaan yang tinggi, serta kemampuan dalam memahami dan mengarahkan audiens. Meski demikian bukan tidak mungkin untuk mencapainya, berani mencoba dan percaya pada diri sendiri merupakan kunci dari proses pembelajaran tersebut.
Tidak ada rasa bosan yang saya alami selama mengikuti pelatihan ini karena diselingi dengan game dan diskusi yang interaktif. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi yang akan disampaikan dalam penyadartahuan IAR. Para peserta pelatihan dibagi menjadi tiga kelompok untuk review materi dan berlatih membawakan materi dihadapan peserta lainnya. Banyak manfaat yang saya peroleh, selain menambah pengetahuan dan pengalaman menjadi fasilitator, melalui kegiatan ini saya juga dapat berkenalan dengan teman-teman penggiat pelestari satwa lainnya. Semoga dukungan terhadap kelestarian dan kesejahteraan satwa dapat terus meningkat dan upaya penyadartahuan yang diusung IAR sukses.

Rabu, 04 Januari 2012

Catatan Perjalanan Dibalik Monitoring N.javanicus hasil pelepasliaran IAR Indonesia di kaki Gunung Salak

Oleh Robithotul Huda

Disuatu siang hari yang kurang bersahabat dengan kami.  Hujan deras mengguyur jalan yang kami lalui. Laju kendaraan yang kencang dan dinginya kaki Gunung Salak menembus tubuh yang kuyup air hujan. “ wah ini namanya belum bertempur sudah tertembak duluan” kataku ke teman-teman.
Sampai ditujuan, kami rehat dan menghangatkan badan dengan segelas kopi hitam. Saat ini masih pkl. 15.00 wib. Teman-teman bersiap menanak nasi untuk bekal nanti malam. Setelah masakan siap , kami segera menyantap dengan lahab, petai, jengkol dan sayur lalap diperebutkan oleh 8 orang tim monitoring, “Semenarik emas yang mengkilap tergeletak didepan mata”.
Tak terasa waktu berjalan cepat, secepat makanan yang hilang dari pandang dan tinggal rasa kenyang. Adzan berkumandang. Kami bersiap berangkat.
Tim dibagi menjadi 2 kelompok ; tim 1 (4 orang) menuju ke atas (lereng gunung salak) dan tim 2 (4 orang) menuju ke bawah (ladang warga).
Aku kebebetulan dapat tugas bersama tim 1  untuk memonitoring si Marta.
Gelap dan jalan menanjak  sepertinya sudah terbiasa bagi teman-teman (tim monitoring kukang). Aku yang baru 2 kali ini ikut monitoring kukang terpaksa harus banyak berhenti, sambil menghela nafas panjang dan menghentakkanya cepat “hahhhh!” agar lelah cepat hilang.
Pkl. 19.00 wib. Kami sudah berada di puncak sebuah bukit  dikaki gunung salak 1. Tim segera mengeluarkan receiver serta menyambungkan kabel ke antenna untuk mencari sinyal dari gelombang radio yang terpancar dari  transmitter (radio collar) di kukang. “Tuut..tut..tut..” bunyi receiver yang telah menangkap sinyal dari transmitter. “Arahnya masih dari tempat yang kemarin” kata Kempleng alias Itang. “Dimana bos?” Tanyaku. Dibalik bukit itu. Samar - samar aku lihat gundukan bukit didepanku yang tidak terlalu jauh, namun terbelah oleh tebing curam. Tetapi yang dimaksud Itang ternyata bukan bukit yang terlihat didepanku itu, tetapi bukit yang berada dibalik bukit didepanku itu. “He….!” Gerutu dalam hatiku tersimpan rapat gembok rumah mewah.
Perjalanan dilanjutkan kembali menuruni tebing, lembah dan mendaki bukit dengan membuat jalur sendiri ditengah kegelapan.
Akhirnya sampai juga kami ditempat yang dimaksud. Receiver dinyalakan kembali. Ternyata benar, kami mendapat sinyal yang kuat, arahnya dari sekitar sungai kecil di bawah kami. Kamipun cepat turun dan mencari kesekitar sungai. Receiver terus dinyalakan untuk mengetahui lokasi yang tepat si kukang jawa ini. Sampai dibawah, arah sinyal berubah, sinyal bergerak menuju keatas. Kamipun terus bergerak mengejar arah sinyal. Sampai di atas, dengan terengah - engah kami harus menelan kekecewaan, karena kukang bergerak lagi ke bawah. Begitu terus hingga 3 kali dan kami harus menyerah setelah diajak bermain oleh kukang. Kami rebah disebuah batu besar tengah sungai. Air jernih sungai menggoda, kuhisap dalam, mengalir ke tenggorokan hingga menyebar keseluruh tubuh. “MASYAALLAH” segarnya.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 wib.
Kami bergerak kembali mencari keberadaan kukang jawa hasil pelepasliaran IAR Indonesia. Namun hal yang sama kami dapatkan. Kami seperti diajak main petak umpet oleh kukang, lari kesana, kesini bolak-balik. Hingga kami dibuat bertekuk lutut oleh kukang pukul 00.00 wib.
Setelah istirahat sebentar kamipun melangkah ke camp. sampai di camp. lelah perlahan hilang saat melihat kerlip lampu rumah, jalan, mobil dan entah apalagi dari pelosok desa sampai kota bogor, Sebentuk bintang – bintang berkedip-kedip  di langit membawa lamun dan renung “berapa Mega Watt energy listrik yang di pakai oleh warga bogor raya dalam semalam? Jika bahan bakar yang dipakai untuk menghasilkan energy listrik tersebut adalah batubara, sampai kapankah batubara tersebut akan habis?
Lamun dan renung terus melayang terbawa angin malam jauh menuju ke alam antah barantah, hingga tersadarkan oleh kehadiran tim 2 pada pukul 02.00 wib.
Sesaat kemudian kami terdampar dalam negri mimpi dengan beralas sleeping bag.
Sunrise terlihat begitu elok muncul dari gunung Gede Pangrango, namun tidak bagiku, sinar mentari pagi semakin membuat mataku redup “masih ngantuk” ditambah angin dingin yang berhembus begitu kencang. Kupaksa mata ini terbuka, air dingin dari sumber air gunung salak kusiramkan kewajah dan segelas kopi hitam panas kumasukkan kekerongkongan agar mata ini benar-benar terbuka lebar dan dapat melihat :
Melihat kenyataan tadi malam; betapa beratnya kegiatan yang dilakukan tim monitoring kukang. Gelap malam dan  medan yang berat menjadi bagian dari sebuah konsekuensi sebuah kata “konservasi”.
Untuk itu marilah bersama kita jaga dan lestarikan satwa khususnya kukang jawa (N. javanicus) dengan tidak mengambil dari alam, membeli, memelihara serta memperjual belikannya.
Bukankah “Mencintai satwa liar tidak berarti harus memiliki secara fisik” tetapi cukup dengan membiarkannya bebas dihabitatnya yaitu alam liar.

Salam lestari.