Jumat, 11 Mei 2012

Kukang dan Bekantan


Oleh IHp_EDU
Ada apa dengan kukang dan bekantan? Mereka berkolaborasi! lho kok bisa???
Bisa dong, karena kukang dan bekantan yang dimaksud bukanlah satwa yang sesungguhnya. Program Slow Loris Awareness (SLA) dari Yayasan IAR Indonesia bekerjasama dengan Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB dalam kegiatan yang diberi nama BEKANTAN.
BEKANTAN merupakan singkatan dari bincang edukasi tentang konservasi dan lingkungan Kegiatan rutin UKF IPB ini mengundang narasumber yang berkaitan dengan tema yang telah ditentukan.
Pada bulan April kemarin tepatnya pada tanggal satu, kegiatan BEKANTAN bertemakan kukang yaitu tentang kondisi dan permasalahan kukang. Sekurang-kurangnya ada 26 mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu yang menghadiri kegiatan tersebut.
Dari semua kegiatan, sesi diskusi merupakan yang paling menarik. Beberapa mahasiswa menganggap kukang memiliki potensi sebagai satwa yang dapat dikembangbiakan untuk kebutuhan permintaan satwa peliharaan maupun sebagai satwa yang dapat dilepasliarkan kembali ke alam.
Pernyataan tersebut kemudian dibantah oleh narasumber, Indah Winarti, Kordinator SLA yang menyatakan bahwa primata seperti kukang bukanlah satwa peliharaan sehingga seharusnya mereka tidak boleh dipelihara. Hal lain yang cukup penting adalah tingginya potensi penyakit menular atau zoonosis pada dari primata ke manusia begitupun sebaliknya.
Dalam kegiatan tersebut Winar juga mengatakan bahwa upaya pelestarian kukang yang lebih di utamakan adalah secara insitu yang artinya dilakukan di habitat asli kukang. Upaya-upaya tersebut antara lain penguatan data di alam dan eksitu lepas yang berupa monitoring pelepasliaran kukang yang telah direhabilitasi kukang ke alam. Yang terakhir dan juga penting adalah penyadartahuan untuk mencegah dan mengurangi angka perburuan dan perdagangan kukang.

Mari Berkampanye Untuk Menyelamatkan Kukang


Oleh IHp_EDU
Kampanye Kukang di daerah Bogor adalah salah satu kegiatan rutin Slow Loris Awareness Program bersama Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB. Kampanye sudah rutin dilakukan sejak Maret sampai April 2012 di Pasar kaget Sempur dan Pasar Pemda Cibinong.
Pada bulan April 2012 kemarin tim YIARI dan UKF IPB membuka stand informasi di bazaar Taman Kencana serta melakukan campaign walk di Jalan Pajajaran, Bogor. Kunjungan sekurang-kurangnya 20 orang ke stand Taman Kencana dan sedikitnya jumlah peseta yang mengikuti campaign walk menunjukan rendahnya pemahaman masyarakat mengenai kukang. Umumnya masyarakat mengenal kukang dengan nama kuskus.
Di setiap kampanye, tim memajang poster-poster informasi tentang kukang, menyebarkan brosur kukang serta memberi penjelasan tentang kukang. Penjelasannya bermacam-macam mulai dari kukang secara umum sampai ajakan untuk tidak membeli dan menerima kukang.
Proses kampanye tidak akan berjalan lancar tanpa kerjasama dari berbagai pihak, termasuk juga masyarakat umum. Jika diantara anda ada yang berminat menjadi sukarelawan dalam kampanye untuk menyelamatkan kukang Indonesia silahkan menghubungi kordinator Slow Loris Awareness Program, Indah Winarti (Winar) di alamat email : winar@internationalanimalrescue.org atau kukangjawa@yahoo.com


Empat Ekor Kukang Sumatera Merasakan Kebebasan lagi


Oleh IHp_EDU
Bekerjasama dengan BKSDA Lampung, Yayasan IAR Indonesia (YIARI) melakukan pelepasliaran 4 ekor kukang dari PPS Lampung. Keempat kukang yang sebelumnya telah diberikan pengecekan medis oleh dokter hewan YIARI ini dinyatakan sehat dan tanpa cacat. Keempatnya masih memiliki gigi yang lengkap.
Untuk mempermudah identifikasi keempat kukang tersebut diberi nama. Aris, Intan, Winar dan Indri. Agar proses monitoring lebih mudah salah satu kukang bernama Winar diberi radio collar dengan alasan Winar memiliki berat badan ideal (700gr), agresif dan takut terhadap manusia serta memiliki vulva yang terbuka Perilaku agresif dan takut tersebut menunjukan bahwa dia masih memiliki sifat liar. Harapannya data hasil observasi dapat mewakili perilaku alami kukang terutama untuk perilaku reproduksinya.




Aksi Sosial Yayasan IAR Indonesia untuk Baduy Dalam


Oleh IHp_EDU
Untuk kedua kalinya Yayasan IAR Indonesia (YIARI) mendapatkan kesempatan untuk melakukan aksi sosial di Perkampungan Baduy Dalam, Cikeusik. Aksi sosial yang dilaksanakan pada tanggal 4-6 Mei 2012 ini bekerjasama dengan Equator Indonesia.
Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah penanganan kesehatan manusia, penanganan kesehatan satwa dan kegiatan penanaman pohon. YIARI membantu untuk penanganan kesehatan satwa. Satwa yang ditangani terbatas pada anjing dan kucing saja. Perlakuan yang dibelikan adalah pemberian vaksin rabies, obat cacing dan obat kutu, pemasangan microchip serta pemeriksaan kesehatan.
Ada 13 ekor anjing dan satu ekor kucing yang ditangani oleg tim medis YIARI. Beberapa penyakit ditemukan pada anjing dan kucing seperti ektoparasit jenis caplak yang menghisap darah, cacingan dan luka akibat benda tajam seperti golok.
Kepada Jaro Alim(kepala pemerintahan, penghubung antara masyarakat baduy dalam cikeusik dengan masyarakat luar baduy) tim menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan aksi sosial ini salah satunya yaitu untuk mengontrol populasi anjing di kawasan Cikeusik melalui proses sterilisasi. Namun masyarakat baduy Cikeusik melalui jaro Alim tidak mengijinkannya karena bertentangan dengan hukum adat orang baduy yang mereka yakini turun temurun. Pendekatan dengan tetap menghargai adat istiadat mereka akan tetap kami lakukan agar program vaksinasi dan sterilisasi anjing dan kucing bisa dilakukan disana. Memang butuh waktu dan kami cukup memahami hal tersebut.
Selain wilayah Cikeusik terdapat kampung lain di Perkampungan Baduy Dalam yaitu Cibeo dan Cikeurtawarna. Dari informasi masyarakat di kedua kampung tersebut mereka mengatakan hanya ada beberapa anjing di cibeo sedangkan di cikeurtawarna tidak ada.



Rabu, 09 Mei 2012

Pelangsi, orangutan yang kehilangan tangan kanan


Hari ketiga di bulan Mei, tim medis dari Yayasan IAR Indonesia (YIARI) yang dipimpin oleh drh. Adi Irawan melakukan operasi pemotongan tangan kanan seekor orangutan bernama Pelangsi. Operasi yang memakan waktu lebih dari 5 jam ini dibimbing oleh drh. Paolo Martelli, Kepala dokter hewan di Ocean Park Hongkong dan berlangsung tanpa kendala. Dua hari pasca operasi adalah saat yang cukup kritis namun dengan perkembangan kondisi Pelangsi yang baik operasinya dapat dinyatakan sukses.
Pelangsi adalah orangutan yang diselamatkan oleh Tim Rescue dari Yayasan IAR pada bulan April 2012 lalu. Pelangsi terjerat perangkap yang dipasang warga untuk menjerat babi hutan. Karena jeratan itulah tangan kanan Pelangsi ‘mati’ sehingga harus diamputasi.  
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1994 tentang perburuan satwa buru, penggunaan jerat / perangkap dan lubang perangkap adalah illegal. Meskipun begitu masih banyak warga yang memasang jerat. Hal tersebut beresiko menjerat satwa dilindungi bahkan mungkin manusia.
Selama dua tahun terakhir, sudah lebih dari 50 orangutan telah direscue oleh pusat rehabilitasi IAR Indonesia,Ketapang bersama BKSDA Kalimantan Barat. Akibat perusakan hutan dan pembukaan perkebunan sawit di Ketapang, banyak orangutan seperti Pelangsi yang menjadi korban. Habitat orangutan semakin berkurang dan upaya untuk menyelamatkan dan merehabilitasi orangutan menjadi semakin sulit.
Saat ini, Tim IAR Indonesia di Ketapang bersama LSM lokal lain seperti Yayasan Palung dan FFI Indonesian Programme berencana melakukan survey pre-release untuk mencari area pelepasliaran orangutan Pelangsi. Tujuannya adalah Pelangsi dapat kembali ke hutan. Untuk menunjang kegiatan tersebut Yayasan IAR Indonesia juga berencana melakukan penyadartahuan dan edukasi di area pelapasaliaran Pelangsi.
Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia
Jl. Woltermongonsidi, RT 09/RW 03
Kelurahan Kauman
Kecamatan Benua Kayong
Kabupaten Ketapang
Kalimantan Barat, Indonesia
(0534) 3038075

CP :
Drh. Karmele Llano Sanchez (Ketua Yayasan IAR Indonesia) - 081318887263
Drh. Adi Irawan (Manajer Administrasi IARI Ketapang) - 081392030357

Monyet ekor panjang: tak terlindungi dan paling banyak diperdagangkan di Pasar burung



Oleh: Ayut Enggeliah E
Monyet ekor panjang atau  Macaca fascicularis sudah sangat akrab di kalangan masyarakat Indonesia. Selain mudah dijumpai satwa bernasib “menyedihkan” ini juga memiliki banyak permasalahan, baik konflik maupun eksploitasi.
Rata-rata 50-70 ekor monyet ekor panjang diperjualbelikan pada setiap hampir setiap pasar burung yang ada di daerah Jawa, Bali dan Sumatera. Jadi dapat dibayangkan, berapa banyak jumlah total keseluruhan angka perdagangan untuk jenis ini? Sangat banyak!!!!
Banyak faktor yang menjadikan angka perdagangan Monyet ekor panjang sangat tinggi, diantaranya adalah:
1.       Status Monyet ekor panjang belum dilindungi oleh Undang-undang di Indonesia
2.       Tingginya angka permintaan dari konsumen kepada pedagang menyebabkan permintaan yang tinggi pula terhadap pemburu yang memburu satwa ini di alam liar.
3.       Dari sekian banyak jenis primata di Indonesia, harga penjualan monyet ekor panjang berkisar antara sekitar Rp. 125.000- Rp.250.000. Dengan harga yang cukup terjangkau masyakat sudah dapat memelihara monyet yang termasuk ke dalam satwa yang eksotis untuk dipelihara.
4.       Di beberapa kalangan masyarakat, monyet ekor panjang dijadikan menu santapan atau sumber daging pengganti hewan ternak.
Sungguh ironis memang ternyata satwa liar yang seharusnya hidup bebas dan liar dialam harus berakhir ditangan pemburu sampai akhirnya habis di meja makan atau dijadikan objek ‘lucu-lucuan’.
Sayangnya tidak banyak yang tahu bahwa penularan penyakit dari jenis satwa liar terutama primata ke manusia cukup tinggi. Kedekatan kekerabatan monyet ekor panjang dan manusia menjadi salah satu faktor utama penularan penyakit.
Banyaknya permasalahan yang muncul dan minimnya informasi yang positif bagi masyarakat tentang bagaimana dan apa saja yang dapat dilakukan apabila mendapati permasalahan tentang monyet ekor panjang disekitar kita merupakan indikasi bahwa edukasi dan penyadartahuan terhadap masyarakat secara umum tentang monyet ekor panjang harus diupayakan.
Kegiatan edukasi dan penyadartahuan tentang monyet ekor panjang sangatlah penting dilakukan tidak hanya di lingkungan sekolah namun kepada masyarakat secara umum. Sudah menjadi satu kesatuan bagi Yayasan IAR Indonesia sebagai pusat rehabilitasi primata di Indonesia untuk melakukan edukasi disemua kalangan.
Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi semua kalangan masyarakat untuk menjaga kelestarian semua jenis satwa liar di Indonesia termasuk juga jenis Monyet ekor panjang sehingga tidak lagi menjadi “anak tiri” karena statusnya yang masih belum dilindungi UU Indonesia.
Mari menghargai Monyet ekor panjang dengan membiarkan mereka bebas di Alam!!!