Kamis, 25 November 2010

IAR Indonesia menerima 8 Macaca dari Merapi

Rabu, 24 November 2010, Pusat rehabilitasi satwa IAR Indonesia di Ciapus, Bogor menerima 8 ekor macaca peliharaan yang diselamatkan dari kampung-kampung di lereng Gunung Merapi. Mereka terdiri dari 6 Monyet ekor panjang-Macaca fascicularis (long-tailed macaque) dan 2 Beruk-Macaca nemestrina (pig-tailed macaque). Penyelamatan kedelapan macaca ini dilakukan oleh JAAN (Jakarta Animal Aid Network) di daerah bencana letusan Merapi. Merapi meletus sejak 26 Oktober lalu.

Menurut Femke Monita dari JAAN, monyet-monyet ini diselamatkan dari kandang-kandang milik warga yang ditinggalkan saat pemiliknya mengungsi. Saat itu kondisi mereka sangat memprihatinkan karena berhari-hari tidak terurus dan keselamatannya terancam oleh awan panas yang saat ini masih terus keluar dari puncak Merapi.

JAAN bekerjasama dengan pihak BKSDA Yogyakarta (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), COP (Centre for Orangutan Protection) dan AFJ (Animal Friends Jogja) untuk melakukan penyelamatan tersebut. Kedelapan monyet tersebut sempat dititipkan di kandang PPSJ (Pusat Penyelamatan Satwa Jogja).

Setelah akhirnya diputuskan untuk mengirim mereka ke pusat rehabilitasi IAR, macaca-macaca ini berangkat dari Jogja hari Selasa dan menempuh perjalanan darat sepanjang malam. Mereka tiba di Bogor Rabu pagi, sekiter pukul 7. “Kondisi monyet-monyet tersebut sudah membaik,” kata Karmele, Director veterinary IAR Indonesia. Walaupun ada 3 ekor yang sangat kurus, kemungkinan mengalami malnutrisi.

Kelompok Monyet ekor panjang dalam rombongan monyet korban Merapi ini terdiri dari 2 jantan dewasa, 2 betina dewasa, 1 anakan jantan dan 1 anakan betina. Sedangkan beruk terdiri dari 2 betina dewasa. Saat ini mereka berada dalam kandang karantina, terpisah satu sama lain, kecuali kedua anak kecil tadi, mereka ditempatkan bersama 1 betina dewasa. Mereka semua akan dimasukkan ke kandang sosialisasi setelah cukup mendapat perawatan dalam karantina.

Sabtu, 20 November 2010

IAR kembali selamatkan Orangutan

International Animal Rescue (IAR) Indonesia kembali menyelamatkan Orangutan. Setelah akhir Oktober lalu tim IAR berhasil menyelamatkan Orangutan betina bernama Mely dari ikatan rantai belasan tahun, IAR bergerak lagi Jumat kemarin untuk menyelamatkan satu Orangutan jantan berusia 13 tahun. Orangutan bernama Monte itu dievakuasi dari rumah pemiliknya di Monterado, Kalimantan Barat, oleh IAR bersama tim BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) yang berangkat dari Pontianak.

Selama ini Monte menjalani hidupnya 12 tahun dalam kandang. Walaupun ia bisa berdiri di dalamnya, ia dirantai karena semakin dewasa ia makin kuat dan bisa saja mendobrak pagar kandang. Pagi ini, Sabtu 20 November, Monte sudah bisa tidur di tempat yang jauh lebih nyaman. Ia kini sudah berada di pusat rehabilitasi IAR di Ketapang, Kalimantan Barat. Dengan tim dokter hewan dan perawat satwa, tempat ini aman baginya.

Kondisi tubuhnya sangat menyedihkan, menurut drh. Karmele Sanchez, Direktur Veteriner IAR Indonesia, Monte menderita malnutrisi. "Monte adalah orangutan paling malang yang saya temui selama ini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa bertahan hidup di sana. Saat tiba di Ketapang, untuk berjalan dan memanjat tali dalam kandang saja kakinya bahkan gemetar," papar drh. Karmele.

Memelihara Orangutan adalah tindakan melanggar hukum. Tapi tetap saja mereka ditangkapi dari hutan. "Kita harus bergerak bersama Pemerintah Indonesia dan LSM lain untuk menjalankan program-program penegakan hukum. Jika tidak, kita tinggal melihat orangutan lenyap dari hutan Kalimantan.." papar drh. Karmele.

Di Kalimantan Barat saja, populasi Orangutan diperkirakan berkurang 50 persen dalam 10 tahun terakhir. Sementara menurut data Juni 2009 dari Yayasan Titian, jumlah Orangutan liar yang masih tersisa di Kalimantan Barat diperkirakan 6.675 individu dengan dua spesies utama Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo pygmaeus wurmbii.

International Animal Rescue (IAR) adalah lembaga non profit yang bekerja menolong satwa yang menderita (sesuai namanya). IAR juga menjalankan program-program vaksinasi dan sterilisasi bagi anjing dan kucing jalanan untuk mengontrol populasi mereka. IAR mendirikan kantor di
Inggris, India, Amerika Serikat, Belanda, Indonesia dan Malta. Di Indonesia, IAR berfokus pada penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran Orangutan, Kukang, dan Macaca.

(Foto-foto oleh Fery Latief)

Jumat, 19 November 2010

Seminar Konservasi Kukang di Bogor, 9 Desember mendatang

Kukang. Pernahkah anda melihat langsung binatang mungil yang tampak pemalu dengan mata besar terheran-heran itu? Atau anda mengira itu Kuskus? Apa bedanya Kukang dengan Kuskus?

Pernahkah anda ditawari orang untuk membeli Kukang (biasanya disebut kuskus oleh pedagangnya)? Atau anda bahkan memeliharanya? Mungkin kita tidak menyadari perdagangan Kukang itu ilegal dan mengancam kelangsungan hidup mereka. Bahkan Kukang Jawa termasuk dalam 25 primata dunia yang terancam punah.

Kukang (Slow Lorises, Nycticebus spp.) adalah spesies khas Asia Tenggara. Indonesia memiliki 3 jenis Kukang yaitu Nycticebus coucang dari Sumatra, Nycticebus javanicus dari Jawa dan Nycticebus menagensis dari Kalimantan. Nycticebus javanicus masuk klasifikasi terancam (terus menerus masuk dalam “IUCN Red List of 25 Most endangered Primates of the world” sejak 2008) sedangkan Nycticebus coucang dan Nycticebus menagensis masuk dalam tingkat rentan.

Pada 9 Desember ini, International Animal Rescue (IAR) Indonesia mengadakan sebuah seminar komprehensif yang akan menjawab pertanyaan anda tentang spesies Kukang, habitatnya, fungsi ekologis mereka, cara mengidentifikasi mereka, status konservasinya, serta berbagai ancaman yang dihadapi mahluk kecil mungil ini (Kukang dewasa Indonesia beratnya rata-rata 1 kilogram), termasuk tentang perdagangan kukang dan aspek-aspek hukumnya.

Seminar ini juga akan memaparkan program penyelamatan dan rehabilitasi bagi Kukang, sampai prosedur medis dan pelepasliarannya. Peserta pun akan diajak untuk urun rembug bersama para ahli untuk mencari solusi bagi konservasi Kukang. Dengan menghadiri seminar ini anda akan mendapat banyak pengetahuan berharga tentang satwa nocturnal yang hidupnya terancam ini.

(Bagi anda pemilik Kukang, IAR akan membantu anda menyerahkan satwa dilindungi ini ke negara, untuk direhabilitasi dan dikembalikan ke habitat aslinya oleh IAR)

Seminar Konservasi Kukang ini bertempat di:

Lt. 2 IPB International Convention Center (IICC)
Meeting Room A
Botani Square
Jl. Pajajaran - Bogor 161227
Kamis 9 Desember 2010
pukul 9.00 - 17.30


seminar terbuka bagi publik
biaya: Rp 200,000 (termasuk 2 x rehat kopi dan buffet makan siang)

Pembayaran dapat dilakukan langsung pada hari seminar (cash) atau melalui rekening IAR di Bank Mandiri dan setelah transfer tolong konfirmasi ke nomor : 0812 888 5072.


Bank Mandiri KCU Bogor Juanda No. rek: 133-00-0578960-7
Atas nama: Yayasan IAR Indonesia.

untuk reservasi, silakan hubungi:

Indri : 0812 888 50 72
Sukma : 0812 818 44 659
International Animal Rescue Indonesia : 0251 - 389 232
indri@internationalanimalrescue.org / sukma@internationalanimalrescue.org

bagi jurnalis yang akan meliput, mohon konfirmasi ke

Kili : 0818 11 88 29
kili@internationalanimalrescue.org


Seminar Konservasi Kukang
"Dapatkah kita menjamin kelangsungan hidup salah satu primata yang paling terancam punah di dunia ini?"

Pembicara:
  1. Jarot Arisona - Universitas Indonesia
  2. Dr. K.A.I. Nekaris, MA, PhD. - Oxford Brookes University
  3. Dr. Chris Shepherd - Traffic Asia Tenggara
  4. Maman S.Hut. - Head of SPORC unit
  5. Dr. Karmele Llano Sanchez - Veterinary Director / Direktur Veteriner International Animal Rescue
  6. Dr. Paolo Martelli - Chief Vet Hong Kong Ocean Park
  7. Richard Moore - kandidat PhD Oxford Brookes University
  8. Dr. Ulrike Streicher - Dokter hewan spesialis satwa liar dari Danang, Vietnam


Acara:

Sesi 1 : Spesies Kukang di Indonesia: status konservasi, pembedaan spesies dan aspek ekologi

  • Aspek ekologi pada Kukang
  • Pembedaan spesies: Ringkasan dari spesies Kukang yang berbeda di Indonesia – Bagaimana cara mengidentifikasi mereka?

Sesi 2 : Perdagangan Kukang : Ancaman utama terhadap keberlangsungan hidup Kukang

  • Perdagangan Kukang – domestik dan internasional
  • Isu utama dari Penegakan Hukum di Indonesia

Sesi 3 : Program Penyelamatan, Rehabilitasi dan Pelepasliaran

  • Penyelamatan, penyitaan yang berlanjut ke rehabilitasi dan pelepasliaran
  • Ringkasan penanganan dan prosedur medis pada Kukang      
  • Program pelepasliaran Kukang di Taman Nasional Gunung Halimun Salak : Pemantauan setelah pelepasliaran menggunakan radio telemetri
  • Program Pelepasliaran Kukang dan Pemantauan setelah pelepasliaran: Pengalaman di Vietnam

Sesi 4: Diskusi: Apakah diperlukan Rencana aksi untuk konservasi Kukang?
  • Merumuskan solusi yang memungkinkan untuk menanggulangi perdagangan dan melindungi spesies kukang di Indonesia:

Senin, 08 November 2010

SDN Pasir Angsana menjadi tamu IAR

Program kunjungan sekolah sudah beberapa kali menjadi agenda tim edukasi IAR. Kali ini IAR menjadi tuan rumah bagi murid-murid SDN Pasir Angsana. Pada 2 dan 3 November lalu, anak-anak kelas 6 SD bersama 2 guru mereka dalam dua hari itu menjadi tamu IAR. Mereka datang ke Ciapus dengan menggunakan angkutan umum.


Permainan “Ice Breaker” 7-Dor! dan Bos berkata membuka acara di hari pertama. Acara pembukaan yang dibumbui dengan hukuman menyanyi bagi kelompok yang salah ucap dalam permainan membuat suasana pagi itu hangat. Murid-murid sekolah berjumlah 36 anak itupun terlihat lebih rileks dan nyaman duduk di lantai, mereka bersiap mendengarkan agenda berikutnya: presentasi.


Dalam dua hari kunjungan, anak-anak itu mendapatkan pengetahuan tentang flora & fauna Indonesia melalui presentasi dan pemutaran film.

Presentasi disampaikan Indri dari tim edukasi IAR, mengenai 3 zona geografi di Indonesia, Barat, Tengah (Wallacea) dan Timur yang memiliki kekhasan satwa & tumbuhannya masing-masing.

Dalam dua hari, anak-anak itu disuguhkan dua presentasi tentang flora dan fauna sekaligus dua episode film Wildlife Indonesia. Acara menonton film di hari pertama diikuti dengan sesi menggambar, dengan 6 kelompok yang masing-masing harus membuat gambar hewan yang hidup di alam liar dalam waktu 30 menit.

Pada hari kedua, mereka diberikan kuis mengenai film yang baru mereka tonton. Di hari kedua, murid-murid terlihat lebih antusias mengajukan pertanyaan. Keasyikan dalam kedua hari itu berakhir pada pukul 11. Anak-anak itupun masih punya cukup waktu untuk kembali ke sekolah mereka, riang membawa pengetahuan baru tentang satwa dan tumbuhan khas negerinya.

Sabtu, 06 November 2010

Akhirnya Mely bebas dari ikatan rantai selama 12 tahun

Selama dua belas tahun, orangutan perempuan bernama Mely menjalani hari-harinya dengan leher terikat rantai. Ketika ia masih bayi di pedalaman Kalimantan, ibunya ditembak mati dan Mely kecil dibawa pulang oleh orang yang menembak ibunya itu, untuk dipelihara di rumah. Sejak itu ia menjalani hidup tumbuh besar ditemani rantai yang mengikatnya.



Tapi kini Mely telah bebas. Gembok yang mengunci erat rantai di leher telah dilepas, dan ia sekarang bisa tidur lebih nyaman dengan makan buah-buahan. Buah adalah makanan mewah baginya. Selama 12 tahun makanan yang diterimanya adalah mi instan atau sisa makanan di rumah tempat ia terikat rantai. Dan semakin besar, perhatian yang diperolehnya tidak lagi sama seperti ketika ia masih bayi.

Mely diselamatkan oleh Tim BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Kalimantan Barat bersama International Animal Rescue (IAR) Indonesia 22 Oktober lalu. Tim penyelamat tiba di rumah pemilik Mely setelah menempuh perjalanan 8 jam melalui sungai. Mereka masih harus menunggu 5 jam lagi sampai sang pemilik - yang ternyata seorang anggota TNI - datang.

Mereka membawa izin resmi penyitaan dan didampingi anggota kepolisian setempat yang merupakan keharusan dalam setiap penyitaan orangutan. Berkas yang diperlukan untuk membebaskan Mely disiapkan oleh BKSDA Pontianak dan BKSDA Singkawang.

“Setelah menunggu izin berbulan-bulan untuk menyelamatkannya, 22 Oktober kemarin kami menerima kabar bahwa kami sudah mendapat lampu hijau,” tutur Karmele Llano Sanchez, Direktur Veteriner IAR Indonesia. “Hanya sedikit waktu untuk melakukan persiapan. Yang kami tahu, pemilik Mely sedang berusaha menjualnya dan kami begitu khawatir begitu kami tiba dia sudah tidak ada, dan hilang pula kesempatan untuk menyelamatkannya. Syukurlah dia masih di sana dan sang pemilik akhirnya mau menyerahkan tanpa perlawanan."


Awalnya, sang pemilik sempat menawar untuk menukar Mely dengan uang atau dengan seekor kambing, tapi setelah mendapat penjelasan, ia akhirnya setuju untuk menyerahkan tanpa syarat setelah menandatangani berkas yang menyatakan Mely diserahkan ke pemerintah melalui BKSDA yang akan menunjuk IAR untuk merawatnya selama proses karantina dan rehabilitasi.

Ketika tim penyelamat datang, jelas kelihatan Mely begitu takut dengan segala hiruk pikuk di sekitarnya. Kunci gembok tebal untuk membuka rantai di lehernya tidak bisa ditemukan, sehingga ia harus masuk ke kandang pindahannya dengan leher masih terikat rantai.

Mely dipindahkan dengan kandang berukuran khusus agar ia tetap nyaman di perjalanan dengan ruang yang tidak terlalu besar agar ia tidak sampai mencederai dirinya. Begitu ia sudah masuk ke dalam boks kandang – awalnya ragu-ragu karena tentunya kotak itu asing baginya – perjalanan baru dalam hidupnya dimulai. Ia dibawa dengan perahu motor sepanjang sungai Sambas, menempuh jarak beberapa kilometer. Lalu ia melakukan perjalanan darat selama empat jam ke Pontianak.

Setelah semua berkas yang diperlukan diperiksa dan diizinkan lewat oleh pejabat bandara, keesokan harinya pagi-pagi sekali Mely pun diterbangkan dengan pesawat ke Ketapang, Kalimantan Barat. Tahap terakhir perjalanannya ia tempuh dalam waktu singkat dengan menaiki truk menuju pusat penyelamatan dan rehabilitasi IAR, dan disambut oleh seluruh tim. Iapun dipersilakan menempati kamar barunya.


Setibanya di markas penyelamatan IAR, Mely langsung dipindahkan ke kandang barunya. Keesokan harinya, Mely dibius, sehingga Karmele berhasil melepas gembok yang kejam itu dari lehernya. Karmele kemudian segera melakukan pemeriksaan medis tanpa membuat Mely terganggu. Dalam waktu dekat hasil dari tes darah dan sinar-X akan menunjukkan apakah ia menderita penyakit serius atau tidak. Untuk sementara, ia akan dibiarkan menyamankan dirinya agar terbiasa dengan lingkungan barunya. Untungnya, ia menunjukkan ketertarikan pada makanan dan bersemangat mencoba berbagai jenis buah untuk pertama kalinya.

Orangutan lainnya di markas IAR terlihat ikut senang dengan kehadiran Mely. Tapi butuh waktu sebelum ia diperkenalkan pada mereka dan secara bertahap ia akan dibantu berinteraksi dengan mereka. Mely tidak pernah bertemu dengan orangutan lainnya sejak terakhir kali ia kehilangan ibunya. Dibutuhkan kesabaran dan waktu lebih lama untuk membantunya melalui tahap rehabilitasi ini.



Alan Knight, Chief Executive IAR, mengatakan, "Saya begitu bahagia dengan kabar Mely telah dibebaskan dan sekarang aman berada dalam rawatan tim kami di Kalimantan Barat.”

"Sedihnya, Mely bukanlah orangutan terakhir yang harus kita selamatkan. Tim kami telah telah menyampaikan pada saya bahwa masih banyak orangutan dalam kurungan yang membutuhkan pertolongan. Tapi kami bertekad tidak akan mengecewakan mereka. Manusia bertanggung jawab pada penderitaan mereka. Hanya ini yang bisa kita lakukan untuk memberi mereka kesempatan kedua dalam hidup mereka."

Jika dana memungkinkan, International Animal Rescue berencana untuk membangun sebuah pusat rehabilitasi baru tempat Mely dan orangutan lain hasil penyelamatan bisa mendapatkan ruang lebih luas untuk bergerak bebas di hutan alamiah. Tujuannya tentu untuk mengembalikan mereka cepat atau lambat ke alam liar, tapi terlalu cepat untuk mengatakan hal itu bisa dialami Mely. Bertahun-tahun lamanya ia menjadi hewan peliharaan yang terikat. Sangat mungkin ia telah kehilangan kemampuannya untuk bertahan hidup di alam bebas. Apapun yang terjadi, sebuah masa depan cerah menantinya. Ia kini tidak lagi hidup terikat rantai di dek pinggir kali yang kotor, sabar menanti bertahun-tahun kapan dirinya dibebaskan. (tulisan diambil dari situs web IAR)