Senin, 08 November 2010

SDN Pasir Angsana menjadi tamu IAR

Program kunjungan sekolah sudah beberapa kali menjadi agenda tim edukasi IAR. Kali ini IAR menjadi tuan rumah bagi murid-murid SDN Pasir Angsana. Pada 2 dan 3 November lalu, anak-anak kelas 6 SD bersama 2 guru mereka dalam dua hari itu menjadi tamu IAR. Mereka datang ke Ciapus dengan menggunakan angkutan umum.


Permainan “Ice Breaker” 7-Dor! dan Bos berkata membuka acara di hari pertama. Acara pembukaan yang dibumbui dengan hukuman menyanyi bagi kelompok yang salah ucap dalam permainan membuat suasana pagi itu hangat. Murid-murid sekolah berjumlah 36 anak itupun terlihat lebih rileks dan nyaman duduk di lantai, mereka bersiap mendengarkan agenda berikutnya: presentasi.


Dalam dua hari kunjungan, anak-anak itu mendapatkan pengetahuan tentang flora & fauna Indonesia melalui presentasi dan pemutaran film.

Presentasi disampaikan Indri dari tim edukasi IAR, mengenai 3 zona geografi di Indonesia, Barat, Tengah (Wallacea) dan Timur yang memiliki kekhasan satwa & tumbuhannya masing-masing.

Dalam dua hari, anak-anak itu disuguhkan dua presentasi tentang flora dan fauna sekaligus dua episode film Wildlife Indonesia. Acara menonton film di hari pertama diikuti dengan sesi menggambar, dengan 6 kelompok yang masing-masing harus membuat gambar hewan yang hidup di alam liar dalam waktu 30 menit.

Pada hari kedua, mereka diberikan kuis mengenai film yang baru mereka tonton. Di hari kedua, murid-murid terlihat lebih antusias mengajukan pertanyaan. Keasyikan dalam kedua hari itu berakhir pada pukul 11. Anak-anak itupun masih punya cukup waktu untuk kembali ke sekolah mereka, riang membawa pengetahuan baru tentang satwa dan tumbuhan khas negerinya.

Sabtu, 06 November 2010

Akhirnya Mely bebas dari ikatan rantai selama 12 tahun

Selama dua belas tahun, orangutan perempuan bernama Mely menjalani hari-harinya dengan leher terikat rantai. Ketika ia masih bayi di pedalaman Kalimantan, ibunya ditembak mati dan Mely kecil dibawa pulang oleh orang yang menembak ibunya itu, untuk dipelihara di rumah. Sejak itu ia menjalani hidup tumbuh besar ditemani rantai yang mengikatnya.



Tapi kini Mely telah bebas. Gembok yang mengunci erat rantai di leher telah dilepas, dan ia sekarang bisa tidur lebih nyaman dengan makan buah-buahan. Buah adalah makanan mewah baginya. Selama 12 tahun makanan yang diterimanya adalah mi instan atau sisa makanan di rumah tempat ia terikat rantai. Dan semakin besar, perhatian yang diperolehnya tidak lagi sama seperti ketika ia masih bayi.

Mely diselamatkan oleh Tim BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Kalimantan Barat bersama International Animal Rescue (IAR) Indonesia 22 Oktober lalu. Tim penyelamat tiba di rumah pemilik Mely setelah menempuh perjalanan 8 jam melalui sungai. Mereka masih harus menunggu 5 jam lagi sampai sang pemilik - yang ternyata seorang anggota TNI - datang.

Mereka membawa izin resmi penyitaan dan didampingi anggota kepolisian setempat yang merupakan keharusan dalam setiap penyitaan orangutan. Berkas yang diperlukan untuk membebaskan Mely disiapkan oleh BKSDA Pontianak dan BKSDA Singkawang.

“Setelah menunggu izin berbulan-bulan untuk menyelamatkannya, 22 Oktober kemarin kami menerima kabar bahwa kami sudah mendapat lampu hijau,” tutur Karmele Llano Sanchez, Direktur Veteriner IAR Indonesia. “Hanya sedikit waktu untuk melakukan persiapan. Yang kami tahu, pemilik Mely sedang berusaha menjualnya dan kami begitu khawatir begitu kami tiba dia sudah tidak ada, dan hilang pula kesempatan untuk menyelamatkannya. Syukurlah dia masih di sana dan sang pemilik akhirnya mau menyerahkan tanpa perlawanan."


Awalnya, sang pemilik sempat menawar untuk menukar Mely dengan uang atau dengan seekor kambing, tapi setelah mendapat penjelasan, ia akhirnya setuju untuk menyerahkan tanpa syarat setelah menandatangani berkas yang menyatakan Mely diserahkan ke pemerintah melalui BKSDA yang akan menunjuk IAR untuk merawatnya selama proses karantina dan rehabilitasi.

Ketika tim penyelamat datang, jelas kelihatan Mely begitu takut dengan segala hiruk pikuk di sekitarnya. Kunci gembok tebal untuk membuka rantai di lehernya tidak bisa ditemukan, sehingga ia harus masuk ke kandang pindahannya dengan leher masih terikat rantai.

Mely dipindahkan dengan kandang berukuran khusus agar ia tetap nyaman di perjalanan dengan ruang yang tidak terlalu besar agar ia tidak sampai mencederai dirinya. Begitu ia sudah masuk ke dalam boks kandang – awalnya ragu-ragu karena tentunya kotak itu asing baginya – perjalanan baru dalam hidupnya dimulai. Ia dibawa dengan perahu motor sepanjang sungai Sambas, menempuh jarak beberapa kilometer. Lalu ia melakukan perjalanan darat selama empat jam ke Pontianak.

Setelah semua berkas yang diperlukan diperiksa dan diizinkan lewat oleh pejabat bandara, keesokan harinya pagi-pagi sekali Mely pun diterbangkan dengan pesawat ke Ketapang, Kalimantan Barat. Tahap terakhir perjalanannya ia tempuh dalam waktu singkat dengan menaiki truk menuju pusat penyelamatan dan rehabilitasi IAR, dan disambut oleh seluruh tim. Iapun dipersilakan menempati kamar barunya.


Setibanya di markas penyelamatan IAR, Mely langsung dipindahkan ke kandang barunya. Keesokan harinya, Mely dibius, sehingga Karmele berhasil melepas gembok yang kejam itu dari lehernya. Karmele kemudian segera melakukan pemeriksaan medis tanpa membuat Mely terganggu. Dalam waktu dekat hasil dari tes darah dan sinar-X akan menunjukkan apakah ia menderita penyakit serius atau tidak. Untuk sementara, ia akan dibiarkan menyamankan dirinya agar terbiasa dengan lingkungan barunya. Untungnya, ia menunjukkan ketertarikan pada makanan dan bersemangat mencoba berbagai jenis buah untuk pertama kalinya.

Orangutan lainnya di markas IAR terlihat ikut senang dengan kehadiran Mely. Tapi butuh waktu sebelum ia diperkenalkan pada mereka dan secara bertahap ia akan dibantu berinteraksi dengan mereka. Mely tidak pernah bertemu dengan orangutan lainnya sejak terakhir kali ia kehilangan ibunya. Dibutuhkan kesabaran dan waktu lebih lama untuk membantunya melalui tahap rehabilitasi ini.



Alan Knight, Chief Executive IAR, mengatakan, "Saya begitu bahagia dengan kabar Mely telah dibebaskan dan sekarang aman berada dalam rawatan tim kami di Kalimantan Barat.”

"Sedihnya, Mely bukanlah orangutan terakhir yang harus kita selamatkan. Tim kami telah telah menyampaikan pada saya bahwa masih banyak orangutan dalam kurungan yang membutuhkan pertolongan. Tapi kami bertekad tidak akan mengecewakan mereka. Manusia bertanggung jawab pada penderitaan mereka. Hanya ini yang bisa kita lakukan untuk memberi mereka kesempatan kedua dalam hidup mereka."

Jika dana memungkinkan, International Animal Rescue berencana untuk membangun sebuah pusat rehabilitasi baru tempat Mely dan orangutan lain hasil penyelamatan bisa mendapatkan ruang lebih luas untuk bergerak bebas di hutan alamiah. Tujuannya tentu untuk mengembalikan mereka cepat atau lambat ke alam liar, tapi terlalu cepat untuk mengatakan hal itu bisa dialami Mely. Bertahun-tahun lamanya ia menjadi hewan peliharaan yang terikat. Sangat mungkin ia telah kehilangan kemampuannya untuk bertahan hidup di alam bebas. Apapun yang terjadi, sebuah masa depan cerah menantinya. Ia kini tidak lagi hidup terikat rantai di dek pinggir kali yang kotor, sabar menanti bertahun-tahun kapan dirinya dibebaskan. (tulisan diambil dari situs web IAR)

Senin, 18 Oktober 2010

IAR berpameran di IPB

Unit Konservasi Fauna dari Institut Pertanian Bogor mengadakan pameran baru-baru ini (11-15 Okt 2010) di Kampus IPB Darmaga dan IAR ikut menjadi pesertanya, bergabung dengan organisasi lain seperti BurungIndonesia, RAIN, PILI dan WCS.

Diwarnai dengan banner kukang, monyet dan orangutan, stand IAR mempertunjukkan beberapa film: ”Slow Loris: Keep it Wild”, ”Ozzy Ozone”, ”Sayangi Air”, dan ”Wild Indonesia”. Tim edukasi IAR yang menjaga stand sepanjang lima hari pameran juga menampilkan slide show tentang proses rehabilitasi kukang, mulai dari penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran.

Tidak hanya film dan slide, IAR juga memperagakan hasil daur ulang sampah, foto-foto dari pelepasliaran Monyet Ekor Panjang, serta buku-buku permainan untuk mengenal satwa liar. Dari puluhan mahasiswa yang mengunjungi stand IAR, ternyata ada beberapa mahasiswa yang belum pernah mengenal Kukang.

Mahasiswa yang lalu lalang berhenti sebentar di stand IAR, tertarik dengan film yang ditayangkan di layar di sisi stand. Mereka mengajukan banyak pertanyaan, mulai tentang IAR, sampai tentang kukang yang seringkali mereka anggap sama dengan Kuskus yang berasal dari Papua. Flyer dan poster serta buletin identifikasi Kukang yang disediakan setiap hari selalu habis.

Acara berlangsung hampir seminggu, dari Senin sampai Jumat. Stand IAR ditunggui bergantian oleh tim edukasi: Indri dan Sukma.

Kamis, 26 Agustus 2010

Kesadaran Marco selamatkan hidup Kukang

IAR, Bogor – Kesehariaan Marco Yunus Ferdinant, mahasiswa di Bandung, Jawa Barat, kini ditemani seekor hewan peliharaan. Marco leluasa bermain bersama hewan peliharaannya: Kukang sumatera yang dibeli dari pedagang satwa di dekat pusat perbelanjaan Bandung Indah Plaza.

Diletakkan didalam kamar, Jojo, demikian Kukang itu dinamai, keberadaannya seolah menyatu dalam pribadi pemiliknya. Namun, penyatuan itu hanya bertahan selama dua pekan. Marco menyerahkan satwa pembeliannya itu setelah mengetahui informasi lewat internet bahwa hewan jenis Kukang ternyata dilindungi.

“Saya menyerahkan atas kesadaran sendiri kalau ternyata hewan Kukang itu dilindungi. Saya juga baru tahu dari internet. Dan akhirnya saya memutuskan untuk menyerahkan kepada yang berkepentingan,” kata Marco kepada tim rescue International Animal Rescue, Muhidin dan Bobby, 19 Agustus 2010.

Selama dalam pemeliharaan, Kukang yang dinamai Jojo ini, diberi pakan susu dan ditempatkan didalam kandang berukuran 30x20 centimeter. Dalam kesehariannya, menurut penuturan pemilik, Jojo yang diperkirakan berumur dua bulan ini tak pernah diperlakukan buruk.

Dirawat Lima Hari, Bonjer Akhirnya Mati AKibat Infeksi Gusi

IAR, Bogor -- Meski sempat menjalani perawatan intensif di klinik Pusat Rehabilitasi Satwa International Animal Rescue (IAR) Indonesia selama lima hari, Bonjer, Kukang sumatera hasil penyerahan warga di Kebun Jeruk, Jakarta Barat, pada 6 Agustus 2010 lalu, akhirnya mati setelah mengalami infeksi yang cukup parah pada bagian gigi.

Endang Tirtana, tim rescue penjemput Kukang, mengatakan, kondisi kesehatan Bonjer amat kritis saat pertama kali diamati didalam kandang sang pemilik. Hal itu terlihat dari kondisi organ luar seperti pada bagian mata, gigi, dan kaki, yang mengalami infeksi.

“Saat dijemput dirumah pemiliknya, kondisi Bonjer sudah dalam keadaan sakit. Pada bagian mata dan kaki mengeluarkan nanah. Secara keseluruhan, bisa dikatakan kesehatannya memang sudah parah,” kata Endang.

Buruknya kondisi kesehatan Bonjer dibenarkan oleh tim medis IAR, Suli Partono. Suli menjelaskan, penyebab kematian Bonjer sebenarnya berasal dari tindakan ceroboh yang dilakukan pedagang satwa, yang dengan sengaja memotong gigi taring. Namun, jika ditelisik dari tingkat keparahan infeksi, Suli menduga pedagang mencabut paksa dan membiarkan penyebaran infeksi tersebut hingga menjalar ke seluruh tubuh.

“Ada kemungkinan gigi taringnya dicabut dengan perkakas (tank). Ada 12 gigi yang dicabut dalam-dalam. Jadi, infeksi giginya sudah kronis. Gusi berdarah, dan tidak mau makan. Bonjer juga mengidap Pheumoni atau infeksi pernafasan,” kata Suli.

Tim medis kemudian berupaya untuk menstabilkan kondisi tersebut dengan memberikan obat antibiotik Baytril. Obat itu berfungsi untuk melancarkan sumbatan pada saluran pernafasannya. Akan tetapi, jenis obat tersebut rupanya tak mempan menyembuhkan derita yang dialami Bonjer. Obat itu sama sekali tak bereaksi. Akhirnya, tim medis memberikan obat jenis Fortum berdosis tinggi. Hasilnya, Bonjer mengeluarkan cairan dari hidungnya atau yang biasa kita kenal dengan sebutan ingus.

“Kalau sudah mengeluarkan ingus seperti itu, tandanya saluran pernafasannya mulai lancar meski belum sepenuhnya lancar. Tapi karena infeksinya terlalu parah dan terlambat ditangani, akhirnya tidak dapat bertahan dan mati,” ujar Suli.

Selasa, 03 Agustus 2010

Tim IAR Indonesia Jemput Kukang sumatera di Bekasi

Olip sedang menjalani pemeriksaan medis
IAR, Bogor -- Tim Interntional Animal Rescue (IAR) Indonesia menyambangi kediaman pemilik Kukang sumatera (Nycticebus coucang) di bilangan Bekasi Timur, Jawa Barat pada 27 Juli 2010 lalu. Kukang yang dinamai Olip ini memiliki berat badan 800 gram dan panjang sekitar 24 centimeter.

Menurut penuturan pemiliknya, Olip dibeli dari pasar penjualan satwa di Jakarta seharga Rp 150 ribu. Saat itu usia Olip baru mencapai lima bulan. Setibanya dirumah, pemilik baru menyadari bahwa Kukang yang dibelinya itu sudah dalam keadaan cidera dipaha kiri.

Akibat minimnya pengetahuan, akhirnya pemilik menghubungi tim IAR untuk segera mengambil alih pemeliharaan Olip agar mendapatkan perawatan yang semestinya. Selama dipelihara, pemilik menempatkan Olip di dalam keranjang cuci sebagai kandangnya.

Tim segera membawa Olip ke pusat rehabilitasi di Curug Nangka, Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Olip langsung menjalani perawatan medis sebelum kondisinya makin memburuk.

Senin, 02 Agustus 2010

Tim IAR Indonesia Selamatkan Orangutan di Ketapang

Ujang sesaat sebelum diamankan tim IAR
IAR, Ketapang -- Tim International Animal Rescue (IAR) Indonesia akhirnya berhasil membawa seekor Orangutan dari tangan seorang petani di daerah Talak, Ketapang, Kalimantan Barat, Senin (2/8/2010) setelah sempat mengalami perlawanan pada sehari sebelumnya. Alasan perlawanan itu disebabkan karena adanya permintaan pemilik Orangutan untuk mengganti biaya perawatan selama didalam kandang selama kurang lebih sembilan bulan.

Namun atas pendekatan edukasi dan pemahaman tentang Undang-undang penyelamatan satwa yang disampaikan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan pegiat satwa dari Flora and Fauna International (FFI), petani itu akhirnya mau menyerahkannya. Saat dilakukan proses evakuasi, kondisi kesehatan Ujang - begitu Orangutan itu diberinama - sangat memperihatinkan. Permukaan kulitnya terlihat pucat. Sementara bentuk perutnya sedikit membuncit. Menurut tim medis, Ujang mengalami penyiksaan lewat konsumsi makanan.

"Penyiksaan melalui makanan yang diberikan. Ujang dikasih pakan beras, ubi kayu. Sebab menurut pemiliknya Ujang tidak mau diberi buah dan susu" kata tim medis. Ujang yang berusia antara satu sampai dua tahun ini pertama kali ditemukan oleh petani setempat ketika terjadi kebakaran hutan sembilan bulan lalu. Diperkirakan, Ujang sengaja ditinggal atau tertinggal induknya.

Setibanya di pusat rehabilitasi IAR di Ketapang, Ujang langsung menjalani pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh termasuk proses hematologi. Hasilnya, suhu tubuhnya mencapai 35,9 derajat Celsius dan berat badan sekitar 6,3 kilogram. Tim memutuskan untuk mengambil contoh darah guna mengetahui apakah Ujang mengidap penyakit Hepatitis atau TBC. Sementara untuk mengembalikan kondisi, Ujang tidak diperkenankan mengkonsumsi makanan atau berpuasa selama sehari penuh.