Pemeriksaan kesehatan Macaca |
Pusat rehabilitasi primata IAR Indonesia telah berhasil merehabilitasi dan melepasliarkan dua kelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Panaitan-Taman Nasional Ujung Kulon pada tanggal 27 November 2011. Dua kelompok ini terdiri dari 6 ekor Kelompok Boy dan 7 ekor Kelompok Aquino. Mereka datang ke pusat rehabilitasi dengan berbagai kisah yang berbeda. Macaca bernama Api-Gunung-dan Jogja misalnya, mereka ialah korban evakuasi letusan gunung Merapi yang terjadi Oktober satu tahun silam. Macaca ini peliharaan yang ditinggalkan pemiliknya dengan kondisi dirantai saat peristiwa letusan Merapi. Setelah melalui proses rehabilitasi meliputi observasi tingkah laku, pengenalan makanan alami, pembentukan kelompok, pemberian enrichment untuk memicu perilaku alami, serta dinyatakan sehat, kemudian bisa dapat dilepasliarkan ke alam.
Lokasi pelepasliaran Legon Haji - Pulau Panaitan |
Macaca secara alami hidup berkelompok dengan jantan dominan sebagai pemimpin. Kelompok macaca yang dirilis kali ini, satu kelompok dipimpin oleh Boy, Evita sebagai betina dewasa, Api, Ariel, Liong, dan Veron. Kelompok lainnya Aquino sebagai pemimpin kelompok, Annisa betina dewasa, Rita, Reni, Naeva, Gunung, dan Jogja. Lokasi pelepasliaran kali ini berbeda, sebelumnya Legon Kadam, dan rilis-site kali ini dipilih Legon Haji. Satu minggu sebelum satwa dibawa, tim advance dikirim untuk melakukan persiapan mengeksplorasi lokasi pelepasan dan membangun kandang habituasi.
Tim satwa YIARI |
Kemudian pada 23 November pukul 14.00 mulai dilakukan prosedur medis yang meliputi pembiusan, pemeriksaan kesehatan umum, penimbangan, dan pemasangan microchip untuk identifikasi dimasa depan, setelah itu setiap ekor dimasukan dalam kandang transport. Pukul 21.00 WIB tim satwa berangkat dari Bogor menuju pelabuhan kecil di Sumur-Pandeglang Banten, selama diperjalanan diberikan air minum elektrolit dan pakan. Keesokan harinya kami sampai pukul 06.00 dan segera naik ke kapal yang akan mengangkut kami ke Pulau Panaitan, kami ditemani oleh dua polhut selama proses rilis ini. Lama perjalanan dengan kapal sekitar 3 jam. Selama diperjalanan ini kami sangat menikmati hijau-birunya laut, ombak yang tenang, dan burung laut terbang diatas kami. Kemudian kami mendekat ke sebuah pulau dengan pasir putih, dan pindah ke perahu jukung untuk bisa mendekat ke daratan. Kelompok Boy dan Aquino dilepas satu per satu ke dalam kandang habituasi. Mereka menghabiskan waktu selama dua hari di kandang habituasi untuk bisa mengenal kondisi lingkungan, suara, dan pakan alami yang ada disana.
Ariel makan buah Lampeni |
Selama dua hari ini tim satwa melakukan observasi tingkah laku dari kejauhan. Terkadang macaca ‘Api’ memperlihatkan stereotypic bila ia mengetahui ada manusia dedekat area itu, sehingga selain observasi kami harus sejauh mungkin dari kandang habituasi. Di sekitar lokasi ini diperkirakan dihuni juga oleh 3 kelompok macaca liar. 1 kelompok didekat camp, 2 kelompok lain didekat kandang habituasi. Selama di kandang habituasi kami memperkenalkan pakan alami yang ada disana seperti daun waru laut dan daun-buah lampeni (Ardisia humilis), dan mayoritas mereka menyukai itu. Pada 27 November kami membuka atap kandang dan satu persatu dari mereka berlarian keluar dari kandang. Moment ini sungguh sangat membahagiakan bagi kami. Mereka semua berlari menjauhi manusia, dan inilah yang kami harapkan: tidak adanya ketergantungan macaca hasil rehabilitasi dengan manusia.
Monyet ekor panjang, satwa yang sering dipandang sebelah mata karena terkenal sebagai ‘hama’, ‘overpopulasi’, ‘tidak dilindungi’, namun hakikatnya mereka memiliki hak hidup dan kekebasan yang sama dengan satwa terancam punah sekalipun. Biarkan Mereka Hidup Bebas Di alam. Salam Lestari! (Intan Citraningputri-IAR Indonesia).
sepakat dengan mbak intan, hak hidup dan hak untuk hidup bebas bebas.Mereka punya nilai, setidaknya untuk diri sendiri mereka jika mereka dianggap hama oleh masyarakat dan dianggap tidak memberikan untung (secara langsung)"fungsi ekologis". semua mahluk mempunyai nilai.
BalasHapus