Senin, 21 Januari 2013

MEP Masih Terus Terpinggirkan


Oleh: Ayut Enggeliah E.

Staff Edukasi dan Penyadartahuan Yayasan IAR Indonesia

Upaya penyadartahuan kepada masyarakat tentang permasalahan konflik manusia dengan MEP atau Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) akan terus dilakukan oleh Yayasan IAR Indonesia, terutama untuk permasalahan konflik MEP yang disekitar kawasan habitat selalu berujung MEP-lah yang menjadi "korban", contoh studi kasus yang sudah dilakukan oleh YIARI di Muara Angke berdasarkan (assesment) penilaian dilapangan salah satunya adalah bahwa luasan Hutan Angke Kapuk Jakarta Utara apabila dilihat dari luasan habitat dengan populasi MEP yang ada bisa dikatakan masih mencukupi, yang menjadi permasalah dilapangan adalah tidak ada nya himbauan untuk melarang memberi makan pada MEP. 
Kenapa tidak boleh memberi makan kepada MEP? selama ini adalah kurang pahamnya masyarakat bahwa jenis satwa liar ini bukanlah satwa peliharaan sehingga memaksakan hewan yang liar untuk menjadi "jinak" sehingga dapat dipelihara seperti hewan domestik anjing dan kucing,  mungkin memang terlihat lucu bayi atau anakan Monyet ekor panjang tetapi sifat alami sebagai hewan liar akan muncul disaat usia mulai beranjak dewasa. Banyaknya kasus di berita Monyet menyerang warga selama ini adalah merupakan bagian dari imbas yang ditimbulkan oleh manusia yang memaksa satwa liar untuk tinggal ditempat yang tidak seharusnya bukan dihutan alami.  Sifat  Monyet ekor panjang yang selama ini dianggap galak oleh masyarakat sehingga menimbulkan kasus menyerang warga adalah bentuk mempertahankan diri karena merasa terancam, justru sifat ketidak berdayaan inilah yang beresiko hidup Monyet terancam untuk dibunuh tidak beralasan dan sesuai prosedur dengan alasan manusialah yang utama karena sudah terancam.
Diaz Sari Pusparini (Koordinator Program Mitigasi Konflik Monyet ekor panjang YIARI) memberikan presentasi pada tanggal 10 Januari 2013 di OKS (Obrolan Kamis Sore) yang diselenggarakan oleh Yayasan Gibbon Indonesia dan JPL (Jaringan Pendidikan Lingkungan. Judul materi ini adalah "Monyet ekor panjang yang 'terpinggirkan' menjadi sorotan".
Pertanyaan yang muncul dari peserta memang tidak banyak tetapi cukup mengena dilanjut dengan diskusi saling berbagi informasi dan keilmuan yang memang tidak menjadi perhatian masyarakat secara umum, seperti "apakah fungsi MEP dan apa manfaat saya sebagai manusia?",  Jawabannya adalah pada dasarnya semua satwa memiliki fungsi yang sama dialam seperti penebar biji alami, apa lagi untuk jenis primata juga sebagai indikator sebuah kawasan masih terjaga dengan baik ataukah tidak. Pada jenis MEP berbeda tidak hanya sebagai indikator alami dalam sebuah kawasan habitat alami saja tetapi juga dapat diketahui sampai sejauh manusia mempunyai nilai respek terhadap ciptaan Tuhan satu ini.
Dari kegiatan survey dan penilaian yang sudah dilakukan dibeberapa tempat secara umum masyarakat belum mengetahui kalau MEP adalah jenis satwa liar tidak boleh dipelihara, MEP menjadi object lucu-lucuan sehingga menjadi biasa pada saat manusia telah melakukan exploitasi, kecenderungan MEP keluar dari habitat adalah kurang pahamnya MEP sebagai satwa kosmopolit yaitu cenderung "senang" disekitar manusia. Masih banyaknya masyarakat memberi makan kepada MEP dan sampah adalah masalah utama timbulnya konflik MEP dengan manusia.

Mari menghargai satwa liar dengan tidak memelihara dan tidak membiasakan memberi makan Monyet Ekor Panjang.


Oleh: Ayut Enggeliah Entoh

Staff Eduksi dan Permberdayaan Yayasan IAR Indonesia


Untuk mengetahui informasi detail tentang Yayasan IAR Indonesia silahkan join di: 


http://www.facebook.com/pages/Yayasan-IAR-Indonesia/383008065122321
  
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar