Ketapang, Selasa 11 Desember 2012
Pusat Rehabilitasi dan Konservasi Orangutan Yayasan
IAR Indonesia di Ketapang kembali
melepasliarkan Orangutan setelah melewati masa rehabiitasi, “Pelansi” adalah orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), pemberian nama ini memiliki cerita tersendiri dimana orangutan ini ditemukan di
hutan dekat Dusun
Pelansi Kuala Satung, Kabupaten Ketapang pada bulan April 2012 dalam keadaan
menyedihkan dengan luka membusuk akibat jerat pemburu ditangan kanannya yang sangat
serius dan nyaris terputus. Orangutan jantan ini diperkirakan sekitar
13 tahun, proses penyelamatan dari luka yang sangat serius menyebabkan
tangan kanannya harus di amputasi sampai mendekati batas siku demi menyelamatkan
hidupnya. Dari hasil pemeriksaan kondisi kesehatan dan
pengamatan perilaku selama berada di Pusat Rehabilitasi dan Konservasi
Orangutan IAR Ketapang, Pelansi
dinyatakan siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya di areal hutan
Desa Pematang Gadung karena hutan asalnya sudah habis dikonversi menjadi lahan
perkebunan kelapa sawit. Selama proses
pelepasliaran Pelansi dipasangi alat micro-chip berfungsi sebagai penandaan bahwa orangutan tersebut pernah dirawat di pusat
rehabilitasi.
Direktur Eksekutif Yayasan IAR Indonesia drh. Karmele
LIano Sanchez menyampaikan “Pelansi
adalah Orangutan liar selama 12 tahun lebih hidup di hutan, jadi disegerakan setelah
lukanya sembuh untuk segera dilepasliarkan kembali karena cacat mental akibat perburuan dan deforestrasi habitat lebih susah diobati dari pada luka fisik…”
Dalam arti sebaiknya Orangutan yang berada dipusat rehabilitasi berasal dari
penyelamatan dialam atau masih belum terlalu lama berinteraksi dengan manusia siap
secara fisik dan mental untuk segera dilepasliarkan kembali kehabitat alami
untuk mempertahankan sifat liarnya. Pelansi akan di monitor secara intensif
untuk beberapa waktu oleh Tim dari Yayasan IAR Indonesia dan bekerja sama
dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat (BKSDA KalBar) – Seksi
Konservasi Wilayah I Kabupaten. Monitor ini adalah untuk mengetahui adaptasi Pelansi di habitat aslinya
setelah beberapa waktu di rawat di pusat rehabilitasi. Metode yang di
gunakan adalah dengan mengikuti aktivitas harian Pelansi mulai dari bangun
tidur sampai kembali kepohon tidurnya dan untuk meyakinkan bahwa kondisi cacat
yang di alaminya tidak berpengaruh banyak dalam beraktivits dan bertahan hidup
di hutan.
Banyak alasan Orangutan seharusnya hidup dihabitat aslinya tetapi berada di pusat rehabilitasi, diantaranya berasal dari
serahan masyarakat setelah
dipelihara atau hasil sitaan, akibat perburuan liar, alih fungsi lahan menjadi
perkebunan, penebangan liar, pertambangan, perdagangan ilegal maupun konflik dengan
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Berdirinya pusat
rehabilitasi untuk merawat dan menyembuhkan orangutan yang sakit atau terluka,
anak orangutan yang ditinggal induknya, selanjutnya dilatih agar
mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat bertahan hidup dan siap untuk dikembalikan
ke habitat aslinya. Menyedihkan karena tidak semua orangutan yang ada di pusat
rehabilitasi dapat dilepasliarkan kembali dengan beberapa alasan penting,
seperti perilaku yang tidak mampu hidup kembali di hutan, faktor kesehatan atau
penyakit permanen sehingga tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan kembali.
Faktor penting dilakukan upaya penyadartahuan dan edukasi terhadap masyarakat
untuk bersama menjaga satwa langka dilindungi oleh Pemerintah ini adalah penegakkan
hukum yang tegas melalui tertib peredaran terhadap perdagangan ilegal dan
perburuan liar oleh Pemerintah yang didukung mitranya baik lembaga
non-pemerintah dan partisipasi pihak swasta demi mendukung sukses upaya
tersebut. Orangutan adalah jenis primata yang tercantum dalam IUCN (International Union for
Conservation of Nature) Red List sebagai
kategori satwa (Critically
Endangered) sangat terancam punah, program rehabilitasi dan reintroduksi orangutan, digolongkan sebagai “Flagship Species”, yakni sebagai salah
satu upaya dalam rangka mendukung pelestarian orangutan di habitat aslinya.
Pemerintah
Daerah Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat memberikan dukungan penuh yang dilakukan
oleh BKSDA Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Kabupaten Ketapang dan
Yayasan IAR Indonesia dalam upaya pelepasliaran orangutan Pelansi ke areal
hutan Pematang Gadung. dukungan penuh dari Drs. Hendrikus M,Si sebagai Bupati Ketapang Kalimantan
Barat, beliau menyampaikan “hutan bukan saja penyaring udara tetapi juga menjaga
keanekaragaman hayati, dan saya tidak ingin generasi mendatang hanya mendapat cerita mengenai kelimpahan sejumlah
spesies seperti Orangutan dongeng karena terbabat habis, serta jangan sampai
anak cucu kita hanya mengetahui gambarnya
saja..”
Pemilihan areal hutan Pematang Gadung telah melalui
tahap studi penilaian terlebih dahulu dan diketahui memiliki habitat dan daya
dukung lingkungan yang sesuai sebagai lokasi pelepasliaran Pelansi. Hutan Pematang Gadung di dominasi dengan tipe
hutan rawa gambut dengan kedalaman lebih dari 5 meter dan memiliki nilai
konservasi tinggi serta keanekaragaman flora dan fauna yang masih alami.
Informasi lebih lanjut, hubungi:
Pusat
Rehabilitasi dan Konservasi Orangutan
Yayasan IAR Indonesia,
Kab. Ketapang
Tel./Fax:+62-(0)534-3038075
|
Balai
Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA)
Kalimantan Barat
Seksi
Konservasi Wilayah I Kab. Ketapang
Tel./Fax: +62-(0)534-31213
Email: skw1_bksdakalbar@yahoo.com
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar