Kamis, 30 Agustus 2012

Bayi Orangutan "Rickina" Dengan Luka Parang Dikepalanya.


Orangutan "Rickina" dan "Merah" yang dibawa ke pusat penyelamatan darurat IAR Indonesia
Pusat Rehabilitasi Orangutan Ketapang IAR Indonesia menerima 2 individu bayi orangutan betina dan jantan muda. Rickina adalah nama bayi orangutan betina yang berumur sekitar 5 bulan. Orangutan ini diselamatkan di Pontianak dari seorang pria yang mengaku bahwa ia bertemu dengan ibu orangutan dengan bayinya dihutan, pada saat ibu orangutan terkejut bertemu dengan manusia panik dan langsung meninggalkan bayi itu dan melarikan diri. Rasa iba dari seorang pria tersebut karena disebabkan luka di kepala bayi orangutan karena parang. Dia kemudian menyerahkan orangutan ke kantor BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Kalimantan Barat di Pontianak.  

Orang-orang yang memiliki anak dan bayi orangutan sering menyampaikan bahwa mereka telah ditinggalkan oleh sang induk mereka tapi hal ini tidak selalu benar karena induk orangutan tidak akan pernah meninggalkan bayinya dan akan berjuang sampai mati untuk melindungi bayinya dari ancaman apapun baik hewan pemburu maupun manusia, luka di kepala Rickina terinfeksi dengan luka kulit dangkal dan kemungkinan akan segera sembuh dengan pengobatan yang baik dari medis. Selain terluka Rickina dalam kondisi baik dan akan ditempatkan di bagian karantina khusus bayi sampai pemeriksaan sampai dipastikan kesehatan pulih kembali dan masa karantina nya sudah berakhir. Setelah dari kandang Karantina akan diperkenalkan dengan anak orangutan lainnya dan proses sosialisasi dan rehabilitasi berlangsung.

Dalam waktu yang hampir bersamaan pada tanggal 26 Agustus 2012, 1 individu anak orangutan berumur 3 tahun menjadi penghuni baru di Pusat Rehabilitasi Orangutan Ketapang IAR Indonesia bernama "Merah". Dia telah ditemukan berkeliaran sendirian di sepanjang jalan di daerah yang disebut Tanah Merah sekitar tiga jam perjalanan dari Ketapang. Untungnya orang-orang yang menemukannya mengetahui dengan Pusat Rehabilitasi Orangutan Ketapang IAR Indonesia dan langsung menyerahkan satwa malang tersebut untuk segera dirawat. "Merah" berarti merah dalam bahasa Indonesia, dari daerah di mana ia ditemukan. Dia benar-benar liar dan tidak akan membutuhkan waktu yang lama untuk menetap di lingkungan barunya. 
Untungnya kondisi kesehatan Merah cukup baik dan untuk saat ini ia akan dibiarkan damai di tempat karantina dan diberi waktu untuk terbiasa dengan lingkungan barunya.
Penghuni "kecil" sementara yang menakjubkan menuju alam liar yang sesungguhnya.


Oleh: Ayut Enggeliah Entoh
Staff Eduksi dan Permberdayaan Yayasan IAR Indonesia
Hp: 081 234 075 917

Yayasan IAR Indonesia sebagai Guest Talker


Ikuti “Friday Seminar “ @MEI (Multispecies Education International).
MEI (Multispecies Education International) adalah sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dibidang pendidikan yang mengembangkan rasa hormat, pengertian dan kerjasama antar spesies, agar kita semua dapat belajar untuk hidup bersama secara harmonis sebagai sebuah komunitas multispecies global, untuk berbagi kepada semua makhluk hidup di planet Bumi.
Yayasan IAR Indonesia sangat berterimakasih dipercaya oleh MEI tanggal 07 September 2012 pukul 14.30-17.00 wib sebagai pembicara “guest talker “ dalam kegiatan “Friday Seminar” di kantor MEI Bogor Jalan Bukit Tunggul no.3 Bogor.
Dalam kesempatan kali ini Drh. Prameswari Wendi sebagai dokter hewan di Yayasan IAR Indonesia akan mempresentasikan tentang aktivitas program rescue, rehabilitasi dan release Yayasan IAR Indonesia secara umum juga permasalahan yang dihadapi selama ini.
Kegiatan ini untuk umum dan informasi lebih lanjut silahkan menghubungi Bapak Yudhi di 08988384807
Ditunggu kedatangan semua masyarakat, karena kegiatan ini sangat edukatif bagi semua lapisan masyarakat.

Oleh: Ayut Enggeliah Entoh
Staff Eduksi dan Permberdayaan Yayasan IAR Indonesia
Hp: 081 234 075 917

Selasa, 28 Agustus 2012

Update: IAR Indonesia Evakuasi Orangutan Yang Terbakar


Lagi!! Berita menyedihkan dari satu ekor orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang kehilangan habitat alami masuk ke perkampungan warga di desa Wajok Hilir Pontianak Kalimantan Barat, karena ketidak pahaman warga bagaimana menghalau dan menangani Orangutan akhirnya berusaha mengusir dari perkebunan kelapa sawit dan membakar pohon kelapa dengan posisi Orangutan masih diatas pohon kelapa. Orangutan tersebut terbakar hidup-hidup dalam keadaan panik warga inisiatif menebang pohon kelapa untuk menyelamatkan Orangutan malang tersebut.
Bersama BKSDA Kalimantan Barat dan Program Rehabilitasi Orangutan Ketapang IAR Indonesia sekarang masih dalam proses penyelamatan (rescue) Orangutan tersebut.
Kondisi terakhir Orangutan dalam keadaan kritis dengan kondisi luka bakar 60% dan dehidrasi berat, Tim medis dari IAR Indonesia sedang memberikan pengobatan medis terhadap Orangutan untuk memastikan stabil dan siap untuk dilakukan pemindahan sementara ke Pusat Rehabilitasi Orangutan Ketapang IAR Indonesia untuk menjalani pengobatan medis lebih intensive pada luka bakar dan dehidrasi berat dan rehabilitasi bagi Orangutan tersebut.
Bahwa permasalahan utama pada Orangutan yaitu perdagangan adalah semakin menipisnya habitat menjadi areal kelapa sawit. Semua pihak baik dari pemerintah dan lembaga lingkungan permasalahan Orangutan adalah menjadi tanggung jawab bersama, karena kasus terbakarnya Orangutan adalah salah satu contoh bahwa kurangnya informasi dan penyadartahuan kepada masyarakat sekitar kawasan tentang arti penting keberadaan Orangutan dan habitat alami Kalimantan sebagai kekayaan biodiversity dunia.
Semoga proses penyelamatan (rescue) berjalan lancar dan cepat sehingga Orangutan bisa langsung tertangani dan selamat di Pusat Rehabilitasi Orangutan Ketapang IAR Indonesia

Oleh: Ayut Enggeliah E.
Staff Edukasi dan Penyadartahuan IAR Indonesia

Yay IAR Indonesia menerima donasi untuk penanganan Orangutan terbakar pada rekening:
YAY IAR INDONESIA
Bank Mandiri Cab Ketapang No. 095-3052021
Bank BCA Cab Ketapang    No. 895-5018288

Selasa, 07 Agustus 2012

Kini, Kami punya gigi!!


Oleh: Okta Wismandanu
Editor: IHp_Edu
Manusia memiliki akal dan pikiran untuk mencari cara agar dapat memuaskan keinginannya. Namun,  tidak semua cara berakibat baik bagi makhluk hidup lain, beberapa cara-cara tersebut dijadikan alat untuk memenuhi keserakahan manusia. Seperti yang terjadi pada kukang. Wajah yang lucu, mata yang indah, ukuran tubuh yang mini dan ditutupi oleh bulu yang terlihat halus membuat orang tertarik untuk memilikinya.
Sayangnya, kukang memiliki satu hal yang dianggap berbahaya: GIGI TARING. Gigi taring kukang sangat tajam dan dapat melukai kita. Selain itu, saat racun sudah menempel di gigi kukang, orang yang tergigit dapat terkena efek buruk. Seperti pusing, mual bahkan dapat menyebabkan kematian. Namun, manusia tak kurang akal, para pecinta kukang melumpuhkan ‘bahaya’ yang dimiliki kukang dengan memotong gigi-giginya agar satwa ini terlihat lebih ramah dan dapat dijadikan peliharaan. Padahal gigi taring kukang berfungsi dalam proses pencarian pakan serta sebagai alat pertahanan diri dari predator di alam.  
Yayasan IAR Indonesia bekerja keras untuk merehabilitasi dan melepasliarkan kembali kukang-kukang ke habitat alaminya. Dalam proses pengembalian kukang-kukang ke alam, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti kondisi kukang tersebut dari segi kesehatan fisik maupun psikologisnya serta kemampuan bertahan hidup di alam.  Salah satu prasyarat utama seekor kukang dapat dikembalikan ke alam adalah dilihat dari kondisi giginya terutama gigi taring. Kondisi gigi yang sudah rusak karena telah dipotong atau dicabut oleh pedagang membuat kesempatan mereka untuk kembali ke alam semakin kecil. 
Hambatan yang dimiliki oleh pusat rehabilitasi ini adalah banyaknya kukang dengan kondisi yang kurang baik terutama menyangkut masalah gigi taring sehingga kesempatan mereka untuk dilepasliarkan semakin kecil.  Hal ini pula yang menyebabkan semakin terbatasnya daya tampung pusat rehabilitasi ini, sehingga kesempatan kami untuk melakukan rescue dan rehabilitasi kukang semakin kecil. 
Pada bulan Juli 2012 kami kedatangan tamu istimewa dari Inggris yaitu Dr Lissa Milella dan Gerhard Putter MRCVS.   Mereka adalah ahli bedah gigi.  Keduanya merupakan relawan yang memiliki perhatian terhadap pelestarian satwa.  Salah satunya dengan memperbaiki gigi taring kukang.
Metode yang digunakan untuk memperbaiki gigi taring kukang oleh kedua ahli bedah gigi tersebut adalah metode crown remodeling.  Bagian gigi yang ditambahkan adalah bagian mahkota gigi. Kukang yang masih memiliki akar gigi yang baik serta kondisi gusi yang sehat adalah syarat utama metode ini dapat diterapkan. Bersama tim medis Yayasan IAR Indonesia, Dr Lissa dan Gerhard melakukan seleksi untuk melakukan crown remodeling terhadap kukang –kukang yang beruntung. 
Akhirnya 4 kukang telah dipilih. Keempat kukang ini adalah Plika (N. coucang), Charles (N.java), Philips (N.java) serta Pluto (N.Java).  Operasi crown remodeling ini membutuhkan waktu 2-3 jam.  Metode yang dilakukan adalah dengan menambahkan bahan khusus yang dibentuk sedemikian rupa agar menyerupai gigi taring kukang.  Sebelum ditambahkan, gigi harus dibersihkan terlebih dahulu agar tidak ada kuman penyakit yang tertinggal di bagian akar gigi. Selain itu dilakukan juga pengukuran bagian akar sampai mahkota gigi sehingga gigi yang dipasang sesuai dengan ukuran dan bentuknya.    
Selain membutuhkan tenaga ahli yang mumpuni dan peralatan yang memadai, operasi ini juga membutuhkan biaya yang tidak murah.  Metode operasi penambahan gigi taring pada kukang ini adalah metode yang pertama dan satu-satunya di Indonesia, bahkan mungkin dunia. 

Keberuntungan berpihak pada keempat kukang tersebut, mereka sekarang memiliki gigi.  Meskipun saat ini mereka masih dalam tahap rehabilitasi, kesempatan mereka untuk kembali ke rumah di alam liar semakin tinggi.  Mari berharap semoga hal tersebut  tidak membutuhkan waktu yang lama lagi.
Salam lestari!