Oleh:
Ayut Enggeliah E.
Staff Edukasi
dan Penyadartahuan Yayasan IAR Indonesia
Upaya penyadartahuan kepada masyarakat tentang permasalahan konflik
manusia dengan MEP atau Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) akan
terus dilakukan oleh Yayasan IAR Indonesia, terutama untuk permasalahan konflik
MEP yang disekitar kawasan habitat selalu berujung MEP-lah yang menjadi
"korban", contoh studi kasus yang sudah dilakukan oleh YIARI di Muara
Angke berdasarkan (assesment) penilaian dilapangan salah satunya adalah
bahwa luasan Hutan Angke Kapuk Jakarta Utara apabila dilihat dari luasan
habitat dengan populasi MEP yang ada bisa dikatakan masih mencukupi, yang
menjadi permasalah dilapangan adalah tidak ada nya himbauan untuk melarang
memberi makan pada MEP.
Kenapa tidak boleh memberi makan kepada MEP? selama ini adalah kurang
pahamnya masyarakat bahwa jenis satwa liar ini bukanlah satwa peliharaan
sehingga memaksakan hewan yang liar untuk menjadi "jinak" sehingga
dapat dipelihara seperti hewan domestik anjing dan kucing, mungkin memang terlihat
lucu bayi atau anakan Monyet ekor panjang tetapi sifat alami sebagai hewan liar
akan muncul disaat usia mulai beranjak dewasa. Banyaknya kasus di berita Monyet
menyerang warga selama ini adalah merupakan bagian dari imbas yang ditimbulkan
oleh manusia yang memaksa satwa liar untuk tinggal ditempat yang tidak
seharusnya bukan dihutan alami. Sifat
Monyet ekor panjang yang selama ini dianggap galak oleh masyarakat sehingga
menimbulkan kasus menyerang warga adalah bentuk mempertahankan diri karena merasa
terancam, justru sifat ketidak berdayaan inilah yang beresiko hidup Monyet
terancam untuk dibunuh tidak beralasan dan sesuai prosedur dengan alasan
manusialah yang utama karena sudah terancam.
Diaz Sari
Pusparini (Koordinator Program Mitigasi Konflik Monyet ekor panjang YIARI) memberikan
presentasi pada tanggal 10 Januari 2013 di OKS (Obrolan Kamis Sore) yang
diselenggarakan oleh Yayasan Gibbon Indonesia dan JPL (Jaringan Pendidikan
Lingkungan. Judul materi ini adalah "Monyet ekor panjang yang 'terpinggirkan'
menjadi sorotan".
Pertanyaan
yang muncul dari peserta memang tidak banyak tetapi cukup mengena dilanjut
dengan diskusi saling berbagi informasi dan keilmuan yang memang tidak menjadi
perhatian masyarakat secara umum, seperti "apakah fungsi MEP dan apa
manfaat saya sebagai manusia?", Jawabannya adalah pada dasarnya
semua satwa memiliki fungsi yang sama dialam seperti penebar biji alami, apa
lagi untuk jenis primata juga sebagai indikator sebuah kawasan masih terjaga
dengan baik ataukah tidak. Pada jenis MEP berbeda tidak hanya sebagai indikator
alami dalam sebuah kawasan habitat alami saja tetapi juga dapat diketahui
sampai sejauh manusia mempunyai nilai respek terhadap ciptaan Tuhan satu ini.
Dari kegiatan
survey dan penilaian yang sudah dilakukan dibeberapa tempat secara umum
masyarakat belum mengetahui kalau MEP adalah jenis satwa liar tidak boleh
dipelihara, MEP menjadi object lucu-lucuan sehingga menjadi biasa pada saat
manusia telah melakukan exploitasi, kecenderungan MEP keluar dari habitat adalah
kurang pahamnya MEP sebagai satwa kosmopolit yaitu cenderung "senang"
disekitar manusia. Masih banyaknya masyarakat memberi makan kepada MEP dan
sampah adalah masalah utama timbulnya konflik MEP dengan manusia.
Mari
menghargai satwa liar dengan tidak memelihara dan tidak membiasakan memberi
makan Monyet Ekor Panjang.
Oleh:
Ayut Enggeliah Entoh
Staff
Eduksi dan Permberdayaan Yayasan IAR Indonesia
Untuk mengetahui informasi detail tentang
Yayasan IAR Indonesia silahkan join di:
http://www.facebook.com/pages/Yayasan-IAR-Indonesia/383008065122321
Tidak ada komentar:
Posting Komentar